Friday, September 26, 2014

FUTUHUL GHAIB-2

FUTUHUL GHAIB-2
(80 PENGAJARAN)



AJARAN KEEMPATPULUH SATU
Kusajikan sebuah perumpamaan untuk dijadikan bahan renungan :
Katakanlah bahwa ada seorang Raja yang telah melantik seorang biasa menjadi gubernur untuk memerintah di suatu bandar. Orang itu diberi pakaian kerajaan dengan bendera, panji-panji, gendang kerajaan dan sepasukan tentara yang cukup lengkap. Masa pun berlalu. Akhirnya ia mengira bahwa kedudukan atau keadaan itu akan kekal, sehingga timbullah rasa bangga dan sombongnya. Ia lupa kepada keadaannya sebelum ia dilantik menjadi gubernur dahulu. Kemudian, karena bangga dan sombongnya itu, maka jabatannya itu dicabut oleh raja. Ia dimintai pertanggungjawabannya di depan raja dan dimintai keterangannya tentang sebab ia melakukan kesalahan itu. Akhirnya ia diputuskan bersalah, lalu dipenjarakan dan menyesallah ia berada di dalam penjara yang sempit dan gelap. Karena lamanya ia berada di dalam penjara, maka perasaan bangga dan sombongnya itupun hilang. Hatinya luluh dan api hawa nafsunya pun padam. Kemudian, semua keadaannya ini diketahui oleh raja dan lama kelamaan raja itupun merasa kasihan kepadanya. Ia dilepaskan dari penjara, dan raja itu menyerahkan kembali jabatan yang pernah dipegangnya dahulu untuk menjadi gubernur di bandar yang lain, sebagai hadiah dari raja itu. Setelah itu, ia tetap memangku jabatan gubernur dengan keadaan baik hati dan tidak lagi berperangai buruk seperti dahulu. Akhirnya, ia menjadi orang yang baik dan bersih.
Demikianlah perumpamaan seorang mu’min dengan Allah yang membawa mu’min dekat dengan-Nya dan menjadi orang pilihan-Nya. Dibukanya pintu hati si mu’min itu untuk menerima kasih sayang dan karunia-Nya. Maka tampaklah oleh si mu’min itu dengan mata hatinya sesuatu yang tidak tampak oleh mata kepala, dan di dengernya dengan telinga hatinya sesuatu yang tidak pernah didengar oleh telinga kepala. Terlihat olehnya perkara-perkara ghaib dari kerajaan Tuhan Yang Maha Besar, yang meliputi langit dan bumi dan sebagainya. Semakin dekatlah ia kepada Allah. Shalat dan doanya diterima oleh Allah. Ia dikaruniai kasih sayang dan perkataan yang baik-baik dan manis dari Allah. Dengan karunia-Nya pula, maka ilmu-ilmu-Nya yang pelik-pelik akan dapat ia ketahui.
Allah akan menyempurnakan karunia-Nya kepada si Mu’min itu, baik dari segi batiniah maupun dari segi lahiriah seperti kesehatan badan, minuman, pakaian, makanan, istri yang baik dan perkara-perkara yang halal serta sesuai dengan peraturan dan ketentuan Allah. Jadi, Allah akan menetapkan keadaan ini kepada hamba-Nya yang beriman dan dekat kepada-Nya, untuk beberapa masa lamanya, sampai si hamba itu merasa selamat dan kekal dalam keadaan itu. Setelah itu, Allah akan mendatangkan malapetaka, kesusahan hidup dan bencana kepadanya. Sehingga, si hamba itupun merasa sedih, heran, hatinya menjadi remuk dan ia terputus dari hubungannya dengan orang-orang segolongannya.
Jika ia melihat keadaan itu dari segi lahirnya saja, maka ia akan melihatnya sebagai suatu kejahatan yang menimpanya, dan jika ia melihatnya dengan hati dan batinnya saja, maka ia melihatnya sebagai sesuatu yang mendukacitakannya. Jika ia meminta kepada Allah untuk melenyapkan kesusahan yang tengah dihadapinya itu, maka Allah tidak akan menerimanya; jika ia meminta janji-janji yang baik, maka ia tidak akan mendapatkannya dengan segera; jika ia berjanji tentang sesuatu, maka ia tidak akan diberitahukan tentang hasilnya; jika ia memimpikan sesuatu, maka ia tidak dapat mengetahui maksudnya; dan jika ia hendak bergabung kembali dengan orang-orang segolongannya, maka iapun tidak dapat melakukannya. Pendek kata, segalanya telah tertutup baginya dan doanya tidak lagi diterima.
Sehingga dengan demikian, dirinya menjadi hancur, hawa nafsunya menjadi hilang dan lenyaplah niat serta cita-citanya. Segalanya telah kosong baginya. Untuk sementara, keadaan ini akan terus berlangsung dan mungkin penderitaannya itu akan diperhebat lagi. Sehingga sampailah masanya, bila ia merasakan tabiat-tabiat dan sifat-sifat kemanusiaannya hilang setahap demi setahap yang akhirnya ia tinggal mempunyai ruh saja, maka ia akan mendengar suara batinnya memanggil,
“(Allah berfirman), “Hantamkanlah kakimu; inilah air yang sejuk untuk mandi dan untuk minum.” (QS 38:42). Ayat ini difirmankan kepada Nabi Ayyub as.
Kemudian Allah akan melimpahkan lautan rahmat dan kasih sayang-Nya kepadanya dan hatinya merasa aman dan tenteram serta disinari dengan cahaya iman dan ilmu. Pintu keridhaan Allah dibukakan untuk-Nya. Manusia akan datang berkunjung kepadanya untuk memberikan bermacam-macam hadiah dan orang-orang akan mengabdi kepadanya. Manusia akan memuji dan menghormatinya. Kata-katanya dijunjung tinggi. Orang-orang akan merasakan kebahagiaan berada di majelisnya. Raja-raja dan orang-orang besarpun akan tunduk kepadanya. Allah akan menyempurnakan karunia-Nya kepadanya, baik lahiriah maupun batiniah. Allah akan memelihara lahirnya melalui mahluk-Nya dan batinnya melalui kasih sayang dan rahmat-Nya. Kekallah ia berada dalam keadaan itu sampai akhir hayatnya. Setelah itu, Allah akan memasukkannya ke tempat yang tidak terlihat oleh mata, tidak terdengar oleh telinga dan tidak terlintas di dalam hati siapapun, sebagaimana firman Allah,
“Seorangpun tidak mengetahui apa yang disembunyikan untuk mereka yaitu (bermacam-macam ni’mat) yang menyedapkan pandangan mata, sebagai balasan terhadap apa yang telah mereka kerjakan.” (QS 32:17)

AJARAN KEEMPATPULUH DUA
Ruh manusia itu hanya ada dalam dua keadaan, tidak ada keadaan yang ketiga, yaitu keadaan bahagia dan keadaan sengsara.
Apabila ia berada dalam keadaan sengsara atau menderita, maka muncullah perasaan-perasaan rendah, gelisah, gundah, muram, tidak ridha, mengkritik dan menyalahkan Allah, tidak sabar dan tidak bertawakal, sehingga lahirlah ahlak buruk, menyekutukan Allah dengan mahluk dan akhirnya tidak percaya atau kufur.
Dan apabila ia sedang merasa senang, maka ia menjadi mangsa ketamakan dan kerakusan serta hawa nafsu kebinatangan dan keiblisan. Nafsunya tidak pernah merasa puas. Ia menghendaki barang yang berada di tangan orang lain atau yang ditentukan untuk orang lain. Sehingga ia tidak pernah lepas dari kesusahan dan penderitaan, baik di dunia ini maupun di akhirat kelak.
Sesungguhnya hukuman yang paling menyiksa adalah mencari atau menuntut apa yang tidak ditentukan untuk kita.
Jika ketika ia berada dalam kesengsaraan, ia tidak mau yang lain, kecuali ia hanya meminta agar kesengsaraan itu dihilangkan dan ia tidak mengingat serta menghendaki kemewahan yang membuatnya senang; tetapi jika ia diberi kesenangan dan kemewahan, ia menjadi tamak, dengki, ingkar dan melakukan perkara-perkara dosa dan maksiat serta ia lupa kepada penderitaan yang pernah dialaminya; maka ia akan dikembalikan kepada keadaannya semula, ia akan mengalami kesusahan dan penderitaan yang pernah dialaminya, dan bahkan lebih berat daripada keadaannya semula, karena ia telah berdosa dan perlu dihukum. Dengan cara ini, ia akan menjadi sadar kembali dan pada masa berikutnya ia akan menjauhkan dirinya dari perbuatan dosa dan noda. Sebab, kesenangan dan kebahagiaan itu tidak dapat menyelamatkannya, sedangkan kesengsaraan dan penderitaan dapat menyelamatkannya.
Sekiranya ketika penderitaan kesusahan dihilangkan darinya ia berbuat baik, patuh, bersyukur dan ridha kepada Allah, maka hal itu adalah lebih baik baginya di dunia dan di akhirat, dan Allah akan menambahkan karunia, nikmat, kebahagiaan dan keselamatan kepadanya.
Oleh karena itu, barangsiapa menghendaki keselamatan hidup di dunia dan di akhirat, maka hendaklah ia menanamkan sikap sabar, rela bertawakal kepada Allah, menjauhkan sifat iri terhadap manusia dan meminta segala kebutuhan kepada Allah Yang Maha Agung. Patuhlah kepada Allah dan hambakanlah diri hanya kepada-Nya saja. Dia lebih baik dari apa saja selain Dia.
Segala apa yang tidak disampaikan Allah kepada kita sebenarnya adalah merupakan satu karunia atau hadiah. Hukuman-Nya adalah kebaikan. Penderitaan yang ditimpakan-Nya adalah obat. Janji-Nya diibaratkan sebagai uang tunai, kredit-Nya adalah keadaan pada masa ini dan firman-Nya itu pasti terjadi.
Apabila Allah hendak menjadikan sesuatu, maka Dia hanya berfirman, “Jadilah”, maka jadilah ia. Oleh karena itu, semua perbuatan-Nya adalah baik dan berdasarkan hikmah kebijaksanaan. Allah sajalah Yang Maha Tahu. Manusia tidak akan dapat mengetahui ilmu Allah yang sedalam-dalamnya. Dengan demikian, adalah lebih baik bagi si hamba untuk terus selalu bertawakal, berserah diri, kembali kepada-Nya, melakukan apa saja yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan apa saja yang dilarang-Nya. Janganlah menyalahkan Allah, sinis dan mengatakan bahwa Dia itu dholim, tidak tahu dan sebagainya. Perbuatan-Nya jangan disalahkan.
Ada sebuah hadits Nabi yang diriwayatkan oleh Atha bin Abbas yang diterimanya dari Abdullah bin Abbas. Diceritakan bahwa Ibnu Abbas pernah berkata, “Ketika aku menunggang kuda di belakang Nabi Muhammad SAW, beliau bersabda kepadaku, “Wahai anakku, jagalah atau peliharalah kewajibanmu terhadap Allah, niscaya Allah akan memeliharamu dan peliharalah kewajianmu terhadap Allah, niscaya kamu akan mendapatkan Allah berada di hadapanmu.”
Oleh karena itu, apabila kamu mau meminta, maka memintalah kepada Allah dan apabila kamu mau memohon perlindungan, maka memohonlah kepada-Nya. Andaikan seluruh hamba Allah hendak memberikan manfaat kepadamu, namun Allah tidak mengijinkannya, maka akan sia-sialah perbuatan mereka itu. Jika seluruh hamba Allah bermaksud hendak memberikan mudharat atau bahaya kepadamu, tetapi Allah tidak mengijinkannnya, maka mudharat atau bahaya itupun tidak akan menimpamu. Karenanya, jika kamu mampu melakukan seluruh perintah Allah dengan ikhlas, maka lakukanlah semua itu. Tetapi, jika kamu tidak mampu melakukannya, maka lebih baik kamu bersabar terhadap sesuatu yang tidak suka untuk kamu lihat, yang sebenarnya di situ terdapat kebaikan.
Ketahuilah, bahwa sesungguhnya pertolongan Allah itu datang melalui kesabaran. Dan ketahuilah, bahwa bersama kesusahan itu terdapat kesenangan. Setiap orang yang beriman hendaklah menerapkan hadits Nabi ini, agar selalu mendapatkan keselamatan di dunia dan di akhirat kelak serta menerima rahmat dan kasih sayang Allah.

AJARAN KEEMPATPULUH TIGA
Jika ada orang yang meminta sesuatu kepada manusia, maka yang demikian itu dikarenakan ia jahil atau bodoh tentang Allah, lemah imannya, kurang pengetahuannya tentang hakekat, kurang keyakinan dan kesabaran. Dan jika ada orang yang meminta kepada Allah, maka hal itu adalah pertanda bahwa ia penuh dengan ilmu Allah Yang Maha Agung dan Maha Kaya, pertanda bahwa ia memiliki keimanan yang teguh dan keyakinan yang pasti, pertanda bahwa ilmu Allah selalu bertambah setiap saat di dalam hatinya dan pertanda bahwa ia malu kepada Allah Yang Maha Gagah Perkasa.

AJARAN KEEMPATPULUH EMPAT
Jika permohonan dan doa seseorang untuk memiliki ilmu kerohanian dari Allah SWT tidak dikabulkan dan setiap janji-Nya tidak dipenuhi-Nya untuk orang itu, maka sesungguhnya hal itu adalah karena Allah tidak menghendaki orang itu terlalu muluk harapannya (terlalu optimis). Sebab, kondisi dan posisi kerohanian itu tidak akan didapatinya, kecuali jika ia memiliki takut dan harapan secara bersamaan. Takut dan harapan ini ibarat dua kapak atau sayap burung. Kedua-duanya perlu ada, dan satu saja tidak jadi. Takut dan harapan ini berada dalam setiap kondisi dan posisi itu.
Dengan demikian, orang yang memiliki ilmu kerohanian atau kebatinan bisa menjadi dekat dengan Allah. Kondisi dan posisi kerohaniannya itu ialah bahwa ia tidak menginginkan sesuatu selain Allah, ia tidak cenderung dan merasa ingin kepada sesuatu selain Allah dan ia tidak merasa gembira dengan yang lain selain Allah. Jadi, meminta supaya permohonannya diterima atau janji-Nya dipenuhi adalah berlawanan dengan jalan-Nya dan tidak sesuai dengan posisinya.
Ada dua sebab Allah selalu tidak memperkenankan permohonan si hamba.
Pertama, seseorang tidak mau dikuasai oleh terlalu mengharap atau mengangan-angankan apa yang telah ditakdirkan Allah untuknya, ia tidak mau mendahului Allah di dalam setiap tindakan dan ia tidak mengetahui bahwa takdir Allah itu mungkin ada yang lebih baik daripada apa yang dimintanya.
Kedua, hal ini dapat menimbulkan syirik, yaitu menyekutukan sesuatu dengan Allah. Karena tidak ada manusia yang tidak berdosa, kecuali para Nabi.
Karena dua sebab inilah Allah selalu tidak memperkenankan permohonan hamba-hamba-Nya, dikhawatirkan jika si hamba akan meminta menurut kehendak dirinya saja, tanpa mengembalikan kepada aturan dan perintah Allah. Dan ada kemungkinan hal ini akan membawanya kepada perbuatan syirik. Ada bermacam-macam sebab yang dapat menjerumuskan seseorang ke lembah syirik pada setiap posisi, kondisi dan cara menempuh jalan kerohanian ini. Tetapi, apabila suatu doa atau permintaan itu sesuai dengan kehendak dan ketentuan Allah, maka hal ini akan menambah si hamba lebih dekat lagi kepada Allah seperti dengan jalan shalat, puasa dan menjalankan kewajiban-kewajiban lainnya, karena dengan mengikuti semua cara itu berarti mematuhi perintah Allah.

AJARAN KEEMPATPULUH LIMA
Ketahuilah bahwa manusia ini ada dua macam.
Pertama, mereka yang dikarunia Allah perkara-perkara yang baik di dunia ini.
Kedua, mereka yang diuji oleh Allah dengan apa yang telah ditakdirkan Allah untuk mereka.
Mereka yang mendapatkan perkara-perkara yang baik itu belum tentu terlepas dari dosa dan kekhilafan di dalam menikmati karunia Allah tersebut. Orang-orang ini merasa bangga dengan karunia itu. Tiba-tiba datanglah takdir Allah berupa kesulitan dan malapetaka yang menimpa diri, keluarga atau harta benda mereka. Dengan demikian mereka merasa sedih dan berputus asa. Mereka lupa kepada kebanggaan dan kebahagiaan yang mereka nikmati dulu. Jika mereka diberi kekayaan, keselamatan dan kesentosaan, maka merekapun lupa, seolah-olah mereka menduga bahwa keadaan itu akan kekal. Dan jika mereka ditimpa malapetaka, maka mereka pun lupa kepada kebaikan yang pernah mereka terima dulu, seakan-akan kebaikan itu tidak pernah ada pada mereka. Semua ini menunjukkan kejahilannya atau kebodohannya tentang tuannya yang sebenarnya, yaitu Allah SWT.
Andaikan mereka mengetahui bahwa Allah berkuasa membuat apa saja yang dikehendaki-Nya, baik berkuasa menjatuhkan dan menaikkan, membuat kaya dan membuat miskin, menyenangkan dan menyusahkan, mengelokkan dan memburukkan, menghinakan dan memburukkan, menghidupkan dan mematikan maupun apa saja, maka tentulah mereka tidak akan menduga bahwa kebahagiaan dan kekayaan yang mereka nikmati itu akan kekal dan tentulah mereka tidak akan merasa bangga dan sombong atau putus asa dan kecewa, jika kekayaan dan kebahagiaan dihilangkan dari mereka.
Tindakan mereka yang semacam ini disebabkan kebodohan mereka tentang dunia ini. Mereka tidak mengetahui bahwa dunia ini adalah tempat ujian, tempat berusaha, tempat bersakit-sakitan dan tempat bersusah payah. Dunia ini bagaikan dua lapisan rasa, di luarnya adalah rasa pahit dan di dalamnya adalah rasa manis. Makanlah dahulu yang pahit itu, barulah memakan yang manisnya. Seseorang hendaknya merasakan yang pahit itu dahulu sebelum ia merasakan yang manis. Bersabarlah kamu memakan yang pahit itu dahulu, agar kamu dapat memakan yang manisnya pula. Oleh karena itu, barang siapa bersabar terhadap ujian-ujian di dunia ini, maka ia berhak menerima hasil dan balasan yang baik dan bagus. Ibarat orang yang mau memakan gaji. Bekerjalah dahulu, baru mendapatkan gaji. Lapisan yang pahit itu harus dihabiskan lebih dahulu, baru lapisan yang manis akan didapatkan.
Oleh karena itu, jika si hamba patuh kepada Allah, mengerjakan yang diperintahkan-Nya dan meninggalkan yang dilarang-Nya, bertawakal bulat kepada-Nya dan menuruti takdir-Nya serta bila ia telah memakan yang pahit, iapun menghapuskan hawa nafsu keiblisannya dan menghancurkan tujuan kehendak egonya, maka Allah akan memberinya kehidupan baru yang lebih baik, kebahagiaan, keselamatan dan kemuliaan serta Allah akan memeliharanya dan memberikan perlindungan kepadanya. Setelah itu, si hamba itupun menjadi seperti bayi yang sedang disusui ibunya, yakni bayi itu tidak lagi perlu mencari makan, karena ibunya telah memberinya makan. Allah akan memberinya rizki tanpa ia harus bersusah payah atau berusaha keras di dunia ini dan juga di akhirat kelak.
Seorang hamba janganlah menyangka bahwa ia tidak diuji dan bahwa karunia yang diterimanya itu akan kekal. Ia harus bersyukur dan menyerahkan dirinya kepada Allah semata-mata. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda yang maksudnya lebih kurang sebagai berikut,
“Kemegahan dunia ini adalah perkara yang merusakkan. Oleh karena itu, pertahankanlah diri kamu darinya dengan bersyukur.”
Mensyukuri karunia kekayaan itu dilakukan dengan menyadarkan diri dan mengatakan kepadanya bahwa karunia itu tidak lain hanyalah kepunyaan Allah yang dipinjamkan-Nya dan diamanatkan-Nya kepada kita. Semuanya adalah milik Allah dan kita tidak mempunyai apa-apa.
Oleh karena itu, dalam masalah harta benda ini, kita tidak boleh melanggar batas-batas yang telah ditentukan Allah dan gunakanlah harta benda itu menurut kehendak-Nya. Keluarkanlah zakat dan sedekah. Tolonglah orang-orang yang miskin papa. Orang-orang yang sedang berada dalam kesusahan adalah menjadi tanggungan kita untuk memberikan nafkah kepadanya. Inilah arti mensyukuri karunia kekayaan harta benda yang diberikan Allah kepada kita. Sedangkan mensyukuri ni’mat anggota-anggota badan yang telah diberikan kepada kita adalah dengan menggunakan badan itu untuk mematuhi perintah-perintah Allah, meninggalkan larangan-Nya dan tidak berbuat dosa dan maksiat.
Inilah cara-cara memelihara karunia Allah agar tidak terlepas dari kita. Siramlah akarnya agar ia menjadi subur, daunnya rindang dan menghasilkan buah yang manis yang menampakkan manfaat kepada badan, supaya badan itu dapat mematuhi Allah, dekat kepada-Nya dan selalu ingat kepada-Nya serta supaya kita menerima rahmat dan kasih sayang Allah di akhirat kelak dan dapat hidup kekal di surga bersama para Nabi, orang-orang yang benar, para syuhada dan orang-orang saleh. Mereka ini adalah golongan orang-orang yang dimuliakan.
Tetapi jika seseorang itu terpengaruh dan tenggelam dalam kesenangan dan kemegahan dunia ini saja, maka akan merugilah ia, di akhirat kelak ia akan menyesal dengan tiada putus-putusnya dan nerakalah tempat tinggalnya.
Allah menguji manusia dan ujian itu mempunyai bermacam-macam tujuan. Adakalanya ditujukan untuk menghukum manusia akibat kesalahan dan dosa yang telah dilakukannya. Adakalanya ditujukan untuk membuang dan membersihkan cacad orang itu. Dan adakalanya pula ditujukan untuk meninggikan derajat orang itu agar ia dapat bersama-sama dengan orang-orang yang memiliki ilmu kerohanian yang mengalami berbagai kondisi dan posisi kerohanian. Mereka itu telah mengembara di padang bencana dan kesusahan dengan menunggang kendaraan kasih sayang Allah sambil ditiup oleh angin bayu penglihatan-Nya yang lemah lembut yang mengenai gerak dan sikap mereka, karena ujian itu tidak bermaksud mencampakkan mereka ke dalam neraka, tetapi sebaliknya. Dengan ujian itu, Allah menguji mereka untuk memilih mereka, meneguhkan keimanan mereka dan membersihkan mereka, agar dapat dibedakan antara iman dengan kufur dan antara tauhid dengan syirik, dan sebagai balasannya orang itu diberi ilmu, rahasia dan cahaya.
Apabila lahir dan batin orang-orang ini telah bersih dan hati mereka telah suci, maka mereka ini akan menjadi orang-orang pilihan dan kekasih Allah serta mereka akan mendapatkan rahmat di dunia dan di akhirat. Di dunia ini, rahmat itu melalui hati mereka, sedangkan di akhirat nanti melalui jasmani mereka.
Oleh karena itu, bala bencana itu merupakan pencuci dan pembersih daki-daki syirik mereka serta pemutus hubungan mereka dengan manusia, keduniaan dan hawa nafsu kebinatangan dan keiblisan; di samping menjadi alat penghancur kebanggaan, kesombongan dan ketamakan serta penghapus niat yang bukan karena Allah di dalam beribadah seperti beribadah lantaran menghendaki surga dan sebagainya.
Tanda bahwa ujian itu dimaksudkan sebagai hukuman adalah, seseorang bersabar apabila datang ujian-ujian kepadanya lalu menangis dan mengeluh kepada orang lain.
Tanda bahwa ujian itu dimaksudkan sebagai pembersih dan pembuang kelemahan ialah sabar dengan baik, tanpa mengeluh dan menunjukkan kesusahannya kepada orang lain, dan tanpa berkeberatan untuk melaksanakan perintah Allah. Sedangkan tanda bahwa ujian itu ditujukan untuk meninggikan derajat si hamba yang menerima ujian itu adalah adanya kerelaan dan kesukaan hati serta kedamaian terhadap perbuatan Allah, Tuhan Seru Sekalian Alam, dan dirinya sendiripun hilang dalam ujian itu, sampai masa ujian itu berakhir.

AJARAN KEEMPATPULUH ENAM
Ada sebuah hadits Nabi yang menyatakan bahwa Allah SWT berfirman,
“Barangsiapa selalu mengingat Aku dan tidak ada waktu baginya untuk meminta sesuatu kepada-Ku, maka Aku akan memberikan kepadanya perkara yang lebih baik daripada apa yang Ku-berikan kepada orang yang meminta.”
Hal ini dikarenakan apabila Allah hendak memilih seseorang yang beriman untuk tujuan-Nya sendiri, maka orang itu akan dibawa-Nya melalui berbagai macam kondisi dan posisi kerohanian dan mengujinya dengan bermacam-macam kesulitan dan kesusahan. Allah menjadikannya miskin setelah kaya, bahkan sampai orang itu hampir mengemis untuk mendapatkan rizkinya, namun Allah menolongnya dari menjadi pengemis. Kemudian, orang itupun hampir meminjam kepada orang lain untuk mencari rizkinya, namun Allah menyelamatkannya dari meminjam lalu memberinya kerja. Setelah itu, orang itupun bekerja mencari nafkah hidupnya sebagaimana yang telah dilakukan oleh Nabi.
Kemudian, diberikan kesusahan kepada orang itu dalam mencari rizki dan, melalui ilham, diperintahkan supaya ia mengemis. Sebenarnya, perintah semacam ini adalah perintah rahasia yang hanya diketahui dan disadari oleh orang yang bersangkutan itu saja. Allah menjadikan pekerjaan mengemis ini sebagai ibadah baginya dan berdosalah jika ia tidak melakukannya. Pekerjaan ini dimaksudkan agar kebanggaannya hilang dan egonya hancur. Ini merupakan latihan kerohanian. Mengemis semacam ini adalah perintah dari Allah dan bukan jalan syirik. Kemudian Allah melepaskan orang itu dari keadaannya tersebut lalu menyuruhnya supaya meminjam. Perintah ini tidak boleh dibantah lagi, sebagaimana halnya perintah untuk mengemis di atas.
Setelah itu, Allah mengubah keadaan orang itu. Allah memutuskan hubungannya dengan manusia dan menjadikannya hanya bergantung kepada Allah saja di dalam mencari nafkah hidupnya. Apa saja yang ia kehendaki, hendaklah ia minta kepada Allah, niscaya Allah akan mengabulkan permintaannya. Jika ia tidak meminta, maka Allah tidak akan memberikan apa-apa kepadanya.
Kemudian, keadaan itupun ditukar pula oleh Allah, yaitu dari meminta secara lisan kepada meminta dengan hati saja. Maka, orang itupun meminta kepada Allah melalui hatinya. Apa saja yang dimintanya akan diberikan oleh Allah kepadanya. Jika ia meminta dengan lisan, maka Allah tidak akan memberinya. Demikian pula jika ia meminta kepada manusia, maka ia tidak akan mendapatkan apa-apa dari manusia itu.
Akhirnya, keadaan inipun ditukar pula oleh Allah. Allah menghilangkan orang itu dari dirinya sendiri, sehingga ia tidak lagi meminta-minta kepada-Nya, baik secara rahasia maupun secara terbuka. Allah memberikan balasan kepada orang itu, berupa apa saja yang membetulkan dirinya dan mengubah keadaan dirinya seperti makanan, minuman, pakaian dan keperluan hidup apa saja, tanpa berusaha atau terlintas dalam pikirannya. Allah akan menolongnya. Firman Allah, “Sesungguhnya pelindungku ialah Allah yang telah menurunkan Al Kitab  dan Dia melindungi orang-orang yang saleh.” (QS 7:196)
Firman Allah yang diterima Nabi itu benar-benar jelas, yaitu, “Yang tidak mempunyai kesempatan untuk meminta apa-apa kepada-Ku, Aku akan memberinya lebih daripada apa yang Aku berikan kepada mereka yang meminta.”
Inilah peringkat ‘bersatu’ dengan Allah dan inilah kedudukan wali-wali Allah biasa dan Abdal. Dalam peringkat ini, ia diberi kekuasaan untuk menjadikan. Apa saja yang dikehendakinya, dengan ijin Allah akan ia dapatkan.
Allah berfirman, “Wahai anak Adam, Aku-lah Tuhan. Tidak ada Tuhan kecuali Aku. Apabila aku katakan kepada sesuatu, “Jadilah”, maka jadilah ia. Patuhlah kepada-Ku, sehingga jika kamu katakan kepada sesuatu, “Jadilah”, maka jadilah ia.”

AJARAN KEEMPATPULUH TUJUH
Aku bermimpi. Di dalam mimpiku itu datang seorang tua bertanya padaku, “Apa yang membuat seorang hamba dekat kepada Allah ?” Aku menjawab, “Persis, ini ada awal dan ada akhirnya. Awalnya ialah kuat beribadat dan ta’at. Akhirnya ialah ridha dengan Allah, berserah diri kepada jalan-Nya dan bergantung penuh kepada-Nya.”

AJARAN KEEMPATPULUH DELAPAN
Hendaknya orang yang beriman mengerjakan tugas yang wajib dahulu. Apabila tugas itu telah dikerjakan dengan sempurna, barulah ia mengerjakan yang sunnat. Setelah perkerjaan yang sunnat inipun dikerjakan dengan sempurna, maka ia boleh mengerjakan yang lebih dari itu. Jika seseorang mengerjakan perkerjaan yang sunnat, tetapi ia tidak mengerjakan pekerjaan yang wajib, maka orang ini adalah orang yang bodoh. Jika ia mengerjakan pekerjaan yang sunnat sebelum mengerjakan pekerjaan yang wajib, maka ibadatnya itu tidak akan diterima dan akan sia-sia saja. Ibarat seorang raja yang menyuruh seorang rakyatnya untuk menjadi hambanya, tetapi ia tidak pergi menjumpai raja, melainkan ia pergi menghambakan dirinya kepada orang besar atau orang kenamaan bagi raja itu, padahal orang besar atau orang kenamaan itupun adalah hamba raja itu juga.
Ali bin Abi Thalib ra mengatakan bahwa Nabi SAW bersabda, “Perumpamaan orang yang melakukan shalat-shalat yang bukan wajib, padahal shalat-shalat yang wajib itu banyak yang telah ia tinggalkan, seperti seorang wanita hamil yang sebelum sampai masanya ia melahirkan, ia telah keguguran. Dengan demikian, wanita itu tidak lagi hamil dan tidak juga menjadi ibu.”
Orang yang melakukan shalat-shalat yang bukan wajib dan meninggalkan shalat-shalat yang wajib, maka shalatnya itu tidak akan diterima. Orang yang shalat ini juga diumpamakan seperti orang yang berniaga, ia tidak akan mendapatkan keuntungan, kecuali jika ia telah memegang modalnya dahulu. Orang yang mengerjakan shalat yang bukan wajib, maka shalatnya itu tidak akan diterima, kecuali jika ia mengerjakan shalat yang wajib dahulu. Orang yang mengerjakan shalat yang bukan wajib dan bukan pula sunnat, dan ia meninggalkan keduanya, maka shalatnya itu tidak akan diterima dan akan sia-sia saja. Oleh karena itu, di antara perkara yang mesti kita hapuskan ialah perbuatan yang haram, menyekutukan Allah, tidak ridha kepada hukum dan takdir Allah, menurut saja perkataan orang-orang dan keinginan mereka serta tidak melakukan perintah Allah dan durhaka kepada-Nya.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Tidak boleh menta’ati siapapun yang ia mendurhakai Allah.”

AJARAN KEEMPATPULUH SEMBILAN
Barangsiapa memilih tidur daripada berjaga malam untuk shalat, maka pilihannya itu adalah pilihan yang tidak baik dan akan mematikan hatinya, karena tidur itu sama saja seperti mati. Tidur itu tidak sesuai dengan Allah, karena Dia tidak mempunyai cacad dan cela atau kekurangan. Malaikat juga tidak tidur, karena mereka itu dekat kepada Allah. Tidur juga tidak sesuai dengan orang-orang akhirat, karena mereka itu adalah orang-orang yang suci dan mulia serta menurut mereka tidur itu akan merusakkan keadaan kehidupan mereka. Oleh karena itu, semua kebaikan itu terletak dalam berjaga malam dan semua kejahatan itu terletak dalam tidur dan malas bekerja.
Orang yang makan karena tamak, maka makannya akan banyak, tidurnya banyak, minumnya banyak dan banyak pula kebaikan yang hilang darinya.
Orang yang makan sedikit perkara-perkara yang haram sama halnya dengan orang yang makan banyak perkara yang halal dengan tamak dan rakus. Sebab, benda-benda yang haram itu melemahkan dan menggelapkan iman. Apabila iman itu sudah gelap, maka tidak ada lagi shalat, ibadah dan keikhlasan. Barangsiapa banyak memakan barang-barang halal di luar perintah dan kehendak Allah, maka ia seperti orang yang makan sedikit kenikmatan ibadah dan tidak mendatangkan kekuatan. Jadi, barang-barang yang halal itu adalah cahaya yang ditambahkan kepada cahaya, sedangkan barang-barang haram adalah kegelapan yang ditambahkan kepada kegelapan. Tentu saja tidak baik. Oleh karena itu, memakan barang-barang yang halal dengan tamak dan tanpa mengikuti kehendak dan perintah Allah bagaikan memakan barang-barang yang haram, dan ini mengakibatkan tidur yang tidak mempunyai kebaikan.

AJARAN KELIMAPULUH
Mungkin kamu berada dalam salah satu di antara dua keadaan ini :
1. Jauh dari Allah SWT
2. Dekat kepada Allah SWT
Sekiranya kamu jauh dari Allah, maka janganlah kamu berdiam diri saja dan tidak mau mengejar bagian kamu berupa karunia Allah, kebahagiaan, keselamatan dan kemajuan dari hadirat Allah di dunia ini dan akhirat kelak. Mari ! Bangunlah dan bersegeralah menuju Allah. Tinggalkan kemewahan dan foya-foya serta barang-barang yang haram. Bersiap-siagalah dengan kesabaran untuk menghadapi kesulitan dan kesusahan. Jauhkan dirimu dari manusia dan dari keinginanmu terhadap dunia atau akhirat, agar kamu bisa ‘bersatu’ dengan Allah dan dekat kepada-Nya. Setelah itu, barulah kamu akan mendapatkan apa yang kamu kehendaki. Kamu akan diberi kemuliaan dan ketinggian derajat di sisi Allah.
Jika kamu telah masuk dalam golongan orang-orang yang diberi kehormatan, kasih sayang dan rahmat oleh Allah, maka tunjukkanlah sopan santun dan ahlak yang baik serta janganlah kamu merasa tinggi diri dengan karunia-Nya itu, agar kamu tidak lupa kepada kewajibanmu terhadap Allah dan agar kamu tidak cenderung kembali kepada kejahilan dan kegelapanmu semula. Firman Allah,
“Sesungguhnya Kami telah mengemukakan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia. Sesungguhnya manusia itu amat dholim dan amat bodoh.” (QS 33:72).
Firman Allah pula,
“Dan manusia mendoa untuk kejahatan sebagaimana ia mendoa untuk kebaikan. Dan manusia adalah bersifat tergesa-gesa.” (QS 17:11)
Peliharalah hati kamu dari kecenderungan kepada apa yang telah kamu tinggalkan berupa manusia, hawa nafsu, keinginan, usaha dan kehilangan kesabaran, ridha dan kebersesuaian dengan Allah semasa kamu ditimpa kemalangan dan kesusahan.
Sebaliknya, hendaklah kamu menyerahkan diri kamu kepada Allah seperti bola di kaki pemainnya, atau seperti bayi di pangkuan ibunya, atau seperti mayat di tangan orang-orang yang sedang memandikannya. Butakanlah mata hati kamu terhadap apa saja selain Dia, supaya kamu tidak melihat sesuatu selain Allah, tidak ada yang wujud, tidak ada yang memberikan mudharat, tidak ada yang memberikan manfaat, tidak ada yang menolak pemberian dan tidak ada yang memberi pemberian selain daripada Allah semata. Anggaplah mahluk itu, di masa kamu susah dan menderita, sebagai cambuk Allah Yang Maha Agung yang dipukulkan kepada kamu. Di masa kamu bahagia dan selamat, anggaplah mahluk itu sebagai tangan Allah yang memberi rizki kepadamu.

AJARAN KELIMAPULUH SATU
Orang-orang yang ta’at kepada Allah itu akan menerima balasannya dua kali.
Pertama, ia meninggalkan segala sesuatu dari dunia ini yang menuruti kehendak hawa nafsu dan mengambil apa saja dari dunia ini yang menjadi ibadahnya kepada Allah. Apabila ia telah memusuhi dirinya dan melawan hawa nafsunya serta keadaan ini telah berdiri kokoh padanya, maka ia termasuk dalam golongan orang-orang yang benar dan wali Allah. Kemudian, ia masuk ke dalam golongan Abdal dan ‘Arifin (orang-orang yang mengetahui hakekat). Setelah itu, barulah ia diperintahkan untuk mengambil dan berhubungan dengan keduniaan, karena di dalam dunia ini ada bagian yang telah ditentukan untuknya yang tidak boleh ia buang. Apabila perintah ini telah ia laksanakan, maka ia pun akan mengambil bagiannya di dunia ini atau menerima penerangan tentang ilmu Allah.
Dia berhubungan dengan dunia dan berlaku sebagai kendaraan takdir yang telah dilantik oleh Allah. Perbuatannya di dalam perbuatan itu, tanpa ia melibatkan dirinya di dalamnya, tanpa ada keinginan, maksud atau usaha dari dirinya sendiri. Ia diberi pahala, karena semua ini adalah balasannya yang kedua dan karena ia melakukan semua itu dengan patuh kepada perintah Allah atau sesuai dengan perbuatan Allah di dalam perkara itu.
Mungkin ada pertanyaan, “Mengapa kamu mengatakan bahwa orang yang mencapai derajat itu diberi ganjaran, sedangkan ia telah mencapai tingkat kerohanian yang tinggi, telah termasuk ke dalam golongan Abdal dan Arifin, telah menjadi orang pilihan Allah, orang yang dikasihi-Nya dan orang yang diridhai-Nya dan telah lenyap dari manusia, dari dirinya sendiri, dari kemauan dan keinginannya sendiri serta segala gerak dan diamnya, segala tutur kata dan perbuatannya adalah dari Allah semata-mata, ia merasa dirinya tidak berharga apa-apa di hadapan kebesaran Allah dan bahkan seluruh jiwa raga dan kepunyaannya telah ia serahkan kepada Allah ?” Mungkin pula kamu bertanya, “Bagaimana orang seperti ini diberi ganjaran, sedangkan ia tidak meminta apa-apa kepada Allah, ia menganggap dirinya tidak berharga apa-apa lagi dan ia adalah hamba Allah semata-mata ?”
Jika kamu bertanya seperti itu, maka jawabannya adalah, “Memang, apa yang kamu katakan itu adalah benar. Tetapi, Allah hendak melimpahkan berkat dan kasih sayang-Nya kepada orang itu, dan Dia hendak memeliharanya dengan lemah lembut, penuh kasih sayang dan keridhaan. Orang itu telah melepaskan tangannya dari segala hal ihwal dirinya dan tidak mau meminta kesenangan di dunia ini, karena kesenangannya telah disediakan untuknya di akhirat kelak. Ia tidak mau manfaat yang ada pada dirinya itu dan juga tidak mau mengelakkan mudharat dari dirinya. Sehingga ia menjadi seperti bayi yang berada di pangkuan ibunya, yang tidak mengetahui apa-apa. Ia dipelihara dengan kasih sayang Allah dan diberi rizki oleh-Nya.
Apabila Allah telah melepaskan dari si hamba itu seluruh kecenderungannya terhadap dirinya, maka Allah akan membuat hati manusia cenderung kepadanya dan memenuhi hati mereka dengan kasih sayang untuk diberikan kepada si hamba itu, sehingga semua orang akan mengasihi dan menyenanginya. Allah akan memelihara hamba itu dengan sebaik-baiknya, sehingga tidak ada sesuatupun yang dapat mempengaruhinya dan memberikan mudharat kepadanya. Oleh karena itu, Nabi Muhammad SAW bersabda seperti yang difirmankan Allah di dalam Al Qur-an,
“Sesungguhnya kawanku adalah Allah yang menurunkan Al Qur’an dan Dia menolong orang-orang yang baik.”

AJARAN KELIMAPULUH DUA
Sesungguhnya Allah akan menguji suatu golongan dari orang-orang yang beriman yang menjadi wali-Nya, yang didekati-Nya dan yang diberi-Nya ilmu-ilmu kerohanian, supaya mereka berdoa dan memohon kepada-Nya, dan Dia suka menerima doa dan permohonan mereka. Apabila mereka berdoa dan memohon kepada Allah, maka Allah memperkenankan doa dan permohonan mereka, agar Allah menampakkan kemurahan dan keagungan-Nya kepada mereka. Kemurahan dan keagungan-Nya itu tampak ketika si mu’min memohon ke hadirat Allah dan mengharapkan agar doanya itu diterima.
Kadang-kadang, doa dan permohonan itu diperkenankan-Nya tidak dengan segera, tetapi sesuai dengan takdir dan hukum Allah dan bukannya tidak diterima. Oleh karena itu, manakala si hamba ditimpa malapetaka, maka hendaklah ia bersabar dan memeriksa dirinya sendiri, apakah ia melakukan dosa dan maksiat, tidak mematuhi Allah, melakukan hal-hal yang haram dengan terang-terangan atau sembunyi-sembunyi ataukah ia menyalahkan takdir. Sebab, ada kalanya ujian itu merupakan hukuman akibat ia melakukan dosa. Jika malapetaka itu dihindarkan oleh Allah, maka akan baiklah ia. Dan jika tidak, maka teruslah bersabar, memohon dan meratap kepada Allah dengan penuh khidmat. Sebab, mungkin saja ujian itu sengaja ditimpakan terus kepadanya, agar ia terus berdoa dan memohon kepada-Nya. Janganlah kamu menyalahkan Allah lantaran Dia lambat mengabulkan doamu.

AJARAN KELIMAPULUH TIGA
Memohonlah kepada Allah supaya kita bisa ridha kepada takdir-Nya dan bisa tenggelam di dalam perbuatan Allah. Karena, di situlah terletak kedamaian dan surga dunia ini dan itulah pintu gerbang Allah yang agung serta cara mencapai kasih sayang Allah terhadap hamba-hamba-Nya yang beriman. Barangsiapa dikasihi oleh Allah, maka orang itu tidak akan disiksa atau dihukum di dunia dan di akhirat. Dalam merasa ridha kepada-Nya-lah dan dalam tenggelam di dalam perbuatan-Nya-lah terletak hubungan dengan Allah dan kebersatuan serta keterpaduan dengan-Nya.
Janganlah kamu terlena oleh kesenangan dan kemewahan dunia saja. Janganlah kamu hanya mengharapkan dan mengingat apa yang telah ditentukan untukmu saja atau apa yang tidak ditentukan untukmu saja. Jika kamu berusaha untuk mendapatkan apa yang tidak ditentukan untukmu, maka itu adalah tanda kebodohan dan kejahilanmu, dan itu merupakan hukuman berat yang ditimpakan kepadamu. Sebab, ‘diantara hukuman yang paling BERAT ialah berusaha mendapatkan apa yang tidak ditakdirkan untukmu’.
Jika kamu diberi, maka itu tidak lain hanyalah ketamakanmu, menyekutukan penyembahan-Nya, kasih sayang dan hakekat-Nya di dalam usaha mencarinya, karena kamu terlena dalam hal yang selain Allah. Barangsiapa bersungguh-sungguh mencari kesenangan dan kemewahan dunia, maka berarti ia tidak ikhlas dalam mencintai Allah dan bersahabat dengan-Nya. Oleh karena itu, jika ada orang yang mementingkan apa saja selain Allah, maka ia adalah seorang pembohong dan pendusta.
Begitu juga, jika ada orang yang menyembah Allah karena menghendaki sesuatu balasan dari-Nya, maka ia adalah orang yang tidak ikhlas.
Penyembahan yang ikhlas adalah penyembahan karena Allah semata-mata dan mengakui ke-Tuhanan-Nya, yaitu Rububiyyah-Nya (sifat-sifat Allah yang mengontrol dan memelihara alam semesta). Orang yang ikhlas itu menyembah Allah karena ke-Tuhanan-Nya dan karena memang Dia sajalah yang harus disembah. Sudah sepatutnya ia patuh dan mengabdikan dirinya kepada Allah yang mengontrol segala-galanya, yang mengontrol dirinya, gerak dan diamnya dan bahkan apa saja. Hamba itu dan segala apa saja yang dimilikinya, sebenarnya, adalah kepunyaan Allah juga.
Bagaimana tidak ? Seperti telah aku katakan bahwa, semua perbuatan penyembahan adalah karunia Allah dan limpahan kasih sayang-Nya kepada hamba-hamba-Nya, karena Dia-lah yang memberi kekuatan kepada hamba-hamba itu untuk melakukan penyembahan tersebut dan Dia jugalah yang memberikan kekuasaan kepada mereka untuk melakukannya.
Bersyukur kepada-Nya adalah lebih baik daripada meminta balasan karena melakukan ibadah atau penyembahan itu.
Mengapa kamu ingin terlena dan bermati-matian memburu kesenangan dan kemewahan dunia saja, padahal kamu telah melihat dan mengetahui bahwa kebanyakan manusia yang mengejar kesenangan dan kemewahan dunia itu semakin bertambah ingkar, angkuh dan lupa kepada Allah yang memberikan karunia itu kepada mereka, bahkan mereka semakin bertambah loba dan tamak ? Mereka selalu memandang bahwa apa yang mereka miliki itu masih terlalu kecil dan tidak baik, sedangkan apa yang dimiliki oleh orang lain mereka anggap paling baik dan paling agung dan harus mereka rebut. Dalam peristiwa rebut dan mengejar itu, umur semakin bertambah tua, badan bertambah lemah, keringat menjadi kering, harta benda semakin berkurang, hati bertambah gelap dan dosa semakin bertumpuk. Maka keadaan hidupnya di dunia ini semakin bertambah hina dan buruk. Mereka lupa untuk bersyukur kepada Allah yang memberikan karunia itu kepada mereka. Mereka durhaka kepada Allah. Maka merugilah mereka di dunia dan di akhirat. Mereka tidak bisa mendapatkan bagian orang lain yang mereka kejar itu. Umur mereka di dunia ini sia-sia belaka dan di akhirat kelak lebih sia-sia lagi. Inilah orang-orang yang paling hina, bodoh dan tidak mempergunakan akal dan pikiran mereka.
Sekiranya mereka bersyukur dan ridha dengan apa yang ada pada mereka serta patuh kepada Allah, maka mereka tidak akan bersusah payah mengejar bagian mereka di dunia ini, mereka akan menjadi orang-orang Allah dan mereka akan menerima apa mereka minta dan mereka inginkan dari Allah. Semoga Allah menjadikan kita semua orang-orang yang ridha dengan takdir-Nya. Semoga kita semua masuk dalam majlis-Nya dan mendapatkan kesejahteraan, kekuatan dan kesehatan kerohanian. Dan semoga Allah meridhai kita sekalian.

AJARAN KELIMAPULUH EMPAT
Barangsiapa menghendaki akhirat, maka ia harus memalingkan dirinya dari dunia. Dan barangsiapa mengendaki Allah, maka ia harus memalingkan dirinya dari akhirat dan hendaklah ia membuang kehidupan keduniaannya karena Allah semata-mata. Selagi masih ada kehendak kepada keduniaan sepeti kelezatan dan kemewahan keduniaan, makan, minum, kawin, rumah, kendaraan, kekuasaan, pangkat, sanjungan, memperdalam ilmu-ilmu selain rukun Islam yang lima itu beserta hadits dan Al Qur’an, menginginkan kemiskinan dihilangkan darinya, ingin kaya, ingin bahagia, tidak ingin terkena bencana, menginginkan faidah dan sebagainya; terlintas dalam pikiran dan hati kamu, maka hal itu menunjukkan bahwa kamu belum menjadi orang Allah, karena semua itu hanyalah untuk kepentingan diri sendiri, kehendak jasmani dan kebahagiaan pikiran, serta semua itu adalah keduniaan belaka.
Semua itu harus dikikis habis dari hati. Pikiran harus dibersihkan dari ingatan-ingatan kepadanya dan tanamkanlah perasaan suka dan senang untuk mem-fana’-kan diri di dalam Allah, sekalipun tidak memiliki harta benda. Biarkan hati itu bersih dari segala sesuatu selain Allah, agar hidup bersih di dunia ini.
Apabila orang itu telah melaksanakan semua ini dengan sempurna, maka seluruh keadaan duka, sedih, resah dan gelisah akan hilang dari hati dan pikirannya. Kemudian, ia akan hidup baik dan sentosa serta dekat kepada Allah. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda,
“Tidak mempedulikan dunia itu akan membawa kebahagiaan hati dan badan.”
Selagi di dalam hati itu masih ada kecenderungan kepada keduniaan, maka selagi itu pula masih ada kesedihan dan kedukaan. Hati itu akan merasa takut dan gelisah. Hati semacam itu akan terhalang dari Allah. Semua keadaan seperti ini tidak akan dapat dihilangkan, kecuali jika kecintaan terhadap dunia telah dikikis habis dari hati itu.
Setelah itu, janganlah mempedulikan kehidupan di AKHIRAT/akhirat seperti menghendaki surga, bidadari, derajat yang tinggi di akhirat, tempat tinggal yang paling baik, kendaraan surga, pakaian, minuman, makanan, hiasan dan keindahan di surga yang telah disediakan oleh Allah untuk orang-orang yang beriman.
Oleh karena itu, dengan beribadah, janganlah kita mengharapkan ganjaran di surga kelak. Janganlah kita beribadah atau shalat karena kita mengharapkan ganjaran di akhirat kelak atau di dunia ini. Hendaklah kita shalat dan beribadah karena Allah semata-mata. Hanya dengan itu saja Allah akan memberikan ganjaran yang baik kepada kita. Dengan itu Allah akan membawa kita dekat kepada-Nya dengan penuh keridhaan dan kasih sayang-Nya. Allah telah menganugerahkan kebaikan dan ilmu tentang Dzat-Nya kepada para Rasul, para Nabi, para Wali dan orang-orang yang dikasihi-Nya. Dari hari ke hari, hamba itu akan bertambah maju. Kemudian, iapun dimasukkan ke alam akhirat dan mengalami “apa yang tidak pernah dilihat oleh mata kepala, apa yang tidak pernah didengar oleh telinga dan apa yang tidak pernah terlintas dalam pikiran”, yang semua itu berada di luar pengetahuan dan tidak dapat dibayangkan.

AJARAN KELIMAPULUH LIMA
Kesenangan hidup ini dibuang sebanyak tiga kali. Pada mulanya, seorang hamba Allah berada dalam kegelapan kejahilannya dan dalam keadaan yang yang tidak tentu arah, ia bertindak sewenang-wenang dalam seluruh tindak-tanduk hidupnya dengan menuruti hawa nafsu kebinatangannya semata-mata, tanpa mau mengabdikan dirinya kepada Allah dan tanpa pegangan agama yang mengawal dirinya. Dalam keadaan seperti ini, Allah melihatnya dengan penuh kasih sayang. Oleh karena itu, Allah mengutus seorang penasehat kepadanya dari orang-orang yang termasuk dalam golongannya yang juga seorang hamba Allah yang baik, dan satu penasehat lagi yang terdapat dalam dirinya sendiri. Kemudian, kedua penasehat ini mempengaruhi dirinya. Sehingga, hamba itu dapat melihat cacad yang ada pada dirinya seperti mengikuti hawa nafsu saja dan tidak mengikuti yang haq (benar). Dengan demikian, ia cenderung untuk mengikuti peraturan-peraturan atau hukum-hukum Allah di dalam semua tindak-tanduknya.
Kemudian hamba itu menjadi seorang Muslim yang berdiri tegak di dalam hukum-hukum Allah, keluar dari keadaannya yang jahil dan meninggalkan hal-hal yang haram dan meragukan. Hamba itu hanya mengambil perkara-perkara yang halal saja seperti makan, minum, bepergian, kawin dan lain sebagainya yang kesemuanya diperlukan untuk menjaga kesehatan dan kekuatan untuk patuh kepada Allah, asalkan ia menerima sepenuhnya apa yang diberikan Allah kepadanya dan tidak boleh melampaui batas serta tidak boleh keluar dari kehidupan dunia ini sebelum ia pergi mendapatkannya dan menyempurnakannya.
Maka berjalanlah ia di dalam hal-hal yang halal dalam seluruh keadaan hidupnya ini, sehingga ia mencapai peringkat kewalian (wilayah) dan masuk ke dalam golongan orang-orang yang membenarkan hakekat dan orang-orang pilihan Allah yang menghendaki berdampingan dengan Allah SWT.
Setelah itu, iapun hanya berjalan di dalam perintah Allah saja, dan di dalam dirinya ia mendengar firman Allah yang maksudnya kurang lebih,
“Buanglah dirimu sendiri dan marilah ke mari; buanglah kelezatan dan kemewahan mahluk, jika kamu menghendaki Allah. Buanglah dunia dan akhirat serta kosongkanlah diri dari segala-galanya. Merasa senanglah dengan ke-Esa-an Allah. Buanglah syirik dan bersikap ikhlaslah. Kemudian, masuklah ke dalam majlis ke-Tuhan-an dan mendekatlah kepada-Nya dengan BERSUJUD dan menghinakan diri serta tidak lagi mempedulikan hal-hal keduniaan dan KEAKHIRATAN/keakhiratan, atau mahluk atau kemewahan hidup.”
Apabila ia telah sampai kepada peringkat ini dan telah teguh di dalamnya, maka ia akan menerima pakaian kemuliaan dan kehormatan dari Allah, dan Allah akan melimpahkan nur dan berbagai karunia. Lalu dikatakan kepadanya,
“Pergunakanlah rahmat dan nikmat-Ku, dan janganlah bersikap angkuh serta jangan pula membuang kehendak atau kemauan, karena menolak pemberian-Ku itu bisa memberatkan Aku dan memperkecil kekuasaan-Ku”.
Kemudian, iapun diberi pakaian yang mulia dan terhormat itu, tanpa ia sendiri memainkan peranan di dalam perkara tersebut. Sebelum itu, ia diselimuti oleh kemauan hawa nafsunya sendiri saja, lalu dikatakanlah kepadanya,
“Selimutilah dirimu dengan rahmat dan karunia Allah.”
Jadi, bagi dia, ada empat peringkat di dalam mencapai kebahagiaan dan bagiannya.
Peringkat pertama, ialah kehendak hawa nafsu kebinatangan semata dan ini adalah diharamkan.
Peringkat kedua, ialah menuruti hukum dan undang-undang Allah, dan ini diperbolehkan.
Peringkat ketiga adalah peringkat-peringkat batin, dan ini adalah peringkat kewalian (wilayah) dan membuang hawa nafsu kebinatangan.
Peringkat keempat adalah peringkat keridhaan dan karunia Illahi, di sini lenyaplah kehendak dan maksud diri. Inilah peringkat Badaliyyat. Hamba itu masuk ke dalam majlis ke-Tuhan-an Yang Maha Tinggi, ia berserah bulat kepada Allah dan menuruti perbuatan Allah semata-mata. Inilah peringkat di mana ia terus mendapatkan ilmu Allah dan mempunyai sifat-sifat yang baik. Seorang hamba tidak boleh dikatakan benar dan baik, jika ia belum mencapai peringkat ini.
Ini sesuai dengan firman Allah yang maksudnya lebih kurang, “Sesungguhnya kawanku ialah Allah yang menurunkan Al Qur’an dan Dia menolong orang-orang yang baik.”
Oleh karena itu, hamba yang telah mencapai peringkat keempat ini tidak lagi mempergunakan apa-apa yang memberikan manfaat kepada dirinya dan tidak pula menghindarkan apa-apa yang memberikan mudharat kepada dirinya. Ia seperti bayi di pangkuan ibunya atau seperti mayat di tangan orang-orang yang sedang memandikannya. Ia hanya bergantung kepada qadha’ dan qadar Allah semata-mata, tanpa memilih dan tanpa berusaha apa-apa. Ia kembali kepada Allah untuk melakukan apa saja karena-Nya. Ia tidak mempunyai apa-apa lagi. Kadang-kadang Allah memberinya kesusahan dan kadang-kadang memberinya kesenangan. Kadang-kadang ia kaya dan kadang-kadang ia miskin papa. Ia tidak mau memilih atau menginginkan suatu posisi atau pertukaran posisi. Sebaliknya, ia ridha dan senang hati kepada apa saja yang diperbuat Allah terhadapnya. Inilah peringkat terakhir dalam pengembaraan kerohanian yang dicapai oleh para Abdal dan Aulia.

AJARAN KELIMAPULUH ENAM
Apabila seorang hamba Allah telah mengusir segala mahluk, dirinya sendiri, kehendak dan keinginannya, baik mengenai keduniaan maupun keakhiratan dari dalam hatinya, maka ia tidak akan menghendaki apa-apa lagi selain Allah. Hatinya kosong dari apa saja selain Allah. Setelah itu, barulah ia sampai masuk ke dalam majlis Tuhan Yang Maha Tinggi. Ia mencintai Allah dan Allah mencintainya. Allah menjadikan seluruh mahluk mencintai hamba itu pula. Kecintaan hamba dalam peringkat ini hanya ditujukan kepada Allah dan ia menginginkan kedekatan kepada Allah. Allah akan membukakan pintu rahmat-Nya bagi hamba itu dan pintu itu tidak lagi tertutup baginya. Dengan demikian, lelaplah hamba itu di dalam Allah. Ia berniat karena Allah, ia bertindak karena Allah, dan ia diam serta bergerak karena Allah. Ringkasnya, ia adalah alat bagi Allah Yang Maha Besar. Hamba itu tidak melihat apa-apa lagi selain Allah. Kemudian, seakan-akan Allah menjanjikan sesuatu kepada hamba itu, tetapi janji itu tidak ditunaikan-Nya dan apa yang diharapkan oleh hamba itu dari janji tersebut tiada diperolehnya. Hal ini, karena kehendak, kemauan dan pencarian kemewahan itu telah hilang. Kemudian, seluruh diri hamba itu akan menjadi perbuatan dan objek Allah semata-mata. Oleh karena itu, di sini tidak terdapat perkara ‘dipenuhinya janji’ atau ‘tidak dipenuhinya janji’, karena perkara itu hanya terdapat pada orang yang masih mempunyai kemauan atau kehendak sendiri. Dalam keadaan ini, janji Allah bagi orang yang berada dalam peringkat ini bisa diibaratkan sebagai orang yang telah berniat hendak melakukan sesuatu perkara, lalu niat itu bertukar kepada yang lain, sehingga niat pertama tadi batal, sebagaimana Allah menukar wahyu yang membatalkan wahyu yang terdahulu, seperti firman Allah,
“Apa saja ayat yang Kami nasakhkan, atau Kami jadikan (manusia) lupa kepadanya. Kami datangkan yang lebih baik daripadanya atau yang sebanding dengannya. Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106)
Nabi Muhammad SAW bersih dari kehendak dan kemauan sendiri, kecuali dalam peristiwa-peristiwa tertentu yang Allah firmankan di dalam Al Qur’an. Misalnya, dalam masalah tawanan perang ketika perang Badar, Allah berfirman,
 “Tidak patut bagi seorang Nabi mempunyai tawanan sebelum ia dapat melumpuhkan musuhnya di muka bumi. Kamu menghendaki harta benda duniawiyyah, sedangkan Allah menghendaki (pahala) akhirat (untukmu). Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana. Kalau sekiranya tidak ada ketetapan yang terdahulu dari Allah, niscaya kamu ditimpa siksaan yang besar karena tebusan yang kamu ambil.” (QS 8:67-68)
Nabi adalah objek (alat) Allah. Allah tidak membiarkan Nabi tetap tinggal dalam satu keadaan, satu perkara dan satu janji saja, tetapi Allah menukarkan dan memindahkan beliau ke dalam takdir-Nya dan membiarkan beliau memegang tali takdir itu. Dengan demikian, Allah akan memindahkan beliau dari suatu keadaan ke keadaan atau tempat dalam takdir-Nya dan mengawasi beliau dengan firman-Nya, “Tiadakah kamu mengetahui bahwa sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu ?” (QS 2:106)
Dengan perkataan lain, kamu berada dalam takdir atau qadha’ dan qadar Allah semata. Kamu berada di dalam lautan takdir Allah dan gelombang takdir itu menghempasmu ke sana ke mari. Oleh karena itu, posisi akhir kewalian adalah posisi awal ke-Nabi-an. Tidak ada lagi peringkat yang lebih tinggi daripada peringkat wilayah (kewalian) dan badaliyyah, kecuali peringkat ke-Nabi-an.

AJARAN KELIMAPULUH TUJUH
Semua keadaan pengalaman kerohanian itu adalah keadaan kontrol diri (self control) atau kesabaran, karena wali diperintahkan untuk menjaganya. Apa saja yang diperintahkan untuk dijaga itu memerlukan kesabaran. Menurut takdir Illahi, itu adalah keadaan yang menyenangkan, karena seseorang tidak diperintahkan untuk menjaga apa-apa kecuali dirinya sendiri yang berada di dalam takdir itu. Oleh karena itu, hendaknya seorang wali tidak berselisih faham takdir Illahi. Hendaklah ia tidak memusingkan apa saja yang ditimpakan atau ditakdirkan oleh Allah kepadanya, baik itu berupa kebaikan maupun berupa kejahatan. Hendaklah ia ridha dan senang hati terhadap apa saja yang diperbuat Allah. Keadaan pengalaman itu mempunyai batas-batas. Maka ia diperintahkan untuk menjaga batas-batas itu. Sedangkan perbuatan Allah, yaitu takdir atau qadha’ dan qadar-Nya, tidak mempunyai batas-batas yang harus dijaga.
Tanda yang menunjukkan bahwa hamba itu telah mencapai posisi takdir dan perbuatan Allah serta kesenangan adalah bahwa ia diperintahkan supaya memohon kemewahan setelah ia diperintahkan supaya membuang dan menjauhkannya. Karena apabila hatinya telah kosong dari apa saja selain Allah, maka iapun akan diberi kesenangan dan ia diperintahkan supaya memohon apa-apa yang telah ditetapkan Allah untuknya. Permohonannya itu pasti dikabulkan oleh Allah, agar kedudukannya, keridhaan Allah terhadapnya dan perkenan Allah terhadap doa dan permohonannya menjadi nyata dan berdiri dengan sebenarnya. Menggunakan mulut untuk meminta sesuatu kenikmatan dan karunia Allah itu menunjukkan kesenangannya terhadap apa yang telah diterimanya, setelah bersabar beberapa lama, setelah keluar dari semua keadaan pengalaman kerohanian dan pengembaraannya dan setelah menahan diri berada di dalam batasan.
Jika ada pertanyaan atau pembahasan yang menyatakan bahwa tidak bersungguh-sungguhnya si hamba di dalam menjaga dan mengikuti hukum-hukum atau syari’at itu akan membawa hamba itu ke lembah atsim (tidak percaya adanya Allah) dan keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya ini,
“… dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini.” (QS 15:99),
maka aku menjawab bahwa ini bukan berarti bahwa hamba itu tidak akan menjadi atsim (orang yang tidak percaya kepada adanya Allah) atau keluar dari Islam atau tidak mematuhi firman-Nya itu, dan ini juga bukan berarti membawa hamba tadi ke lembah yang tidak diinginkan itu, karena Allah Maha Pemurah dan tidak akan membiarkan Wali-Nya terjerumus ke dalam lembah yang hina itu. Hamba yang dekat kepada-Nya itu sangat disayangi-Nya dan tidak akan dibiarkan jatuh cacad di dalam syari’at dan agama-Nya, tetapi hamba itu tetap berada dalam pemeliharaan Allah. Allah tidak akan membiarkannya ditimpa dosa, tetapi akan tetap memeliharanya berada dalam batas hukum dan undang-undang yang dibuat-Nya, tanpa hamba itu bersusah payah atau sadar melakukan semua itu, karena ia terlalu dekat kepada Allah Yang Maha Agung.
Allah berfirman yang maksudnya kurang lebih,
“Demikianlah, Kami hindarkan ia dari dosa dan maksiat. Sesungguhnya ia termasuk dalam hamba-hamba-Ku yang ikhlas.” “Sesungguhnya hamba-hamba-Ku tidak ada kekuasaan bagimu terhadap mereka, kecuali orang-orang yang mengikut kamu, yaitu orang-orang yang sesat.” (QS 15:42)
“… tetapi hamba-hamba Allah yang dibersihkan .” (QS 37:40)
Wahai manusia, orang-orang seperti itu ditinggikan derajatnya oleh Allah dan mereka adalah objek Allah. Mereka dekat kepada Allah dan berada dalam rahmat kasih sayang pemeliharaan Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Bagaimana bisa iblis akan mendekati mereka ? Bagaimana bisa perkara-perkara dosa dan maksiat mencadi mereka ? Mengapa kamu lari dari rahmat Allah dan mengabdikan dirimu kepada kedudukan (derajat) ? Kamu telah mengatakan sesuatu yang tidak baik.
Semoga tuduhan yang tidak sopan itu dibinasakan oleh Allah dengan kekuasaan, rahmat dan kasih sayang-Nya. Semoga Allah memelihara kita berada dalam kesempurnaan serta memelihara kita dari dilanda dosa dan noda. Mudah-mudahan Allah senantiasa memberkati kita dan memelihara kita dengan kasih sayang-Nya yang tidak terhingga.

AJARAN KELIMAPULUH DELAPAN
Tutup mata hatimu dari melihat segala sesuatu selain Allah. Selagi mata hatimu masih melihat semua itu, maka karunia Allah dan kedekatan kepada-Nya tidak akan terbuka bagimu. Oleh karena itu, tutuplah semua itu dengan kesadaran bertauhid kepada Allah, mem-fana’-kan diri kamu dan dengan ilmu kamu. Setelah itu, akan terbukalah mata hatimu untuk melihat Allah Yang Maha Besar. Kamu akan melihat-Nya dengan mata hatimu, apabila Dia datang dengan pancaran cahaya hatimu, dengan keimanan dan kepercayaanmu yang teguh.
Ketika itu, tampaklah satu nur dari hatimu lalu memancar keluar, ibarat cahaya lampu dari dalam rumah yang memancar lewat sela-sela dan celah-celah dinding rumah itu lalu menerangi malam yang gelap gulita. Maka, diri dan anggota badan kamu akan merasa senang terhadap janji dan karunia-Nya, bukan terhadap janji dan hadiah yang datang langsung dari selain Dia.
Oleh karena itu, sayangilah dirimu dan janganlah engkau dholimi. Janganlah engkau campakkan dirimu ke dalam kegelapan kebodohan dan kejahilanmu, agar engkau tidak melihat segi-segi mahluk dan mengagumi kekuasaan dan kepintarannya, sehingga terpedaya dan bergantung padanya. Jika kamu hanya melihat segi-segi mahluk saja, maka semua segi itu akan tertutup bagimu dan segi karunia Allah tidak akan terbuka untukmu, kemudian kamu akan mendapatkan hukuman, karena kamu telah bersikap syirik.
Apabila kamu menyadari ke-Esa-an Allah, melihat karunia-Nya, berharap kepada-Nya, tidak berharap kepada yang lain dan menutup mata hatimu terhadap yang lain selain Dia, maka Allah akan mendekatimu dan melimpahkan rahmat-Nya kepadamu. Kamu akan diberi rizki, makan dan minum, layanan pengobatan, kebahagiaan, kesentosaan dan pertolongan serta menjadikan kamu sebagai pemerintah. Kamu akan dihilangkan dari mahluk dan dari diri kamu sendiri. Setelah itu, kamu tidak akan lagi memandang kaya atau miskin.

AJARAN KELIMAPULUH SEMBILAN
Kamu berada dalam salah satu di antara dua keadaan: menderita dan sentosa.
Jika kamu menderita, maka hendaklah kamu bersabar, walaupun dengan usahamu sendiri, ini adalah peringkat yang paling tinggi. Kemudian hendaklah kamu memohon supaya ridha dengan qadha’ dan qadar Allah serta lelap di dalam qadha’ dan qadar itu. Ini sesuai dengan para Abdal, orang-orang yang memiliki ilmu kebatinan dan orang-orang yang mengetahui Allah SWT.
Jika kamu berada dalam kesentosaan, maka hendaklah kamu memohon supaya kamu dapat bersyukur. Syukur ini dapat dilakukan dengan lidah, dengan hati atau dengan anggota badan.
Bersyukur dengan lidah adalah menyadarkan diri kita bahwa karunia itu datang dari Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan manusia, diri kamu, usaha, kekuasaan, gerak dan daya kamu atau orang lain, walaupun karunia itu sampai kepadamu melalui diri kamu atau orang lain.
Diri kamu dan orang lain itu hanyalah merupakan alat Tuhan saja. Pada hakekatnya, yang memberi, yang menggerakkan, yang mencipta, pelaku dan sumber karunia itu adalah Allah semata. Pemberi, pencipta dan pelaku itu adalah Allah. Hal ini sama dengan orang yang memandang baik terhadap tuan yang memberi hadiah dan bukan terhadap hamba pembawa hadiah tersebut. Firman Allah, “Mereka hanya mengetahui yang lahir saja dari kehidupan dunia, sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai.” (QS 30:7)
Firman ini ditujukan kepada orang-orang yang bersikap salah di dalam mensyukuri karunia. Mereka hanya dapat melihat yang lahir saja dan tidak melihat apa yang tersembunyi di balik itu. Inilah orang-orang yang jahil dan terbalik otaknya. Lain halnya dengan orang-orang yang berakal sempurna, mereka dapat melihat ujung setiap perkara.
Bersyukur dengan hati adalah mempercayai dan meyakini dengan sesungguhnya bahwa kamu dan apa saja yang kamu miliki seperti kebaikanmu dan kesenanganmu, lahir dan batinmu serta gerak dan diammu ialah datang dari Allah Yang Maha Kaya dan Maha Pemurah.
Syukur kamu dengan lisan akan menyatakan apa yang tersembunyi di dalam hatimu, sebagaimana firman Allah,
“Dan apa saja nikmat yang ada pada kamu, maka dari Allah-lah (datangnya). Dan bila kamu ditimpa oleh kemudharatan, maka hanya kepada-Nya-lah kamu meminta pertolongan.” (QS 16:53).
Firman-Nya lagi,
“Tidakkah kamu perhatikan sesungguhnya Allah telah menundukkan untuk mu apa yang di langit dan apa yang di bumi dan menyempurnakan untukmu ni’mat-Nya lahir dan batin. Dan di antara manusia ada yang membantah tentang (keesaan) Allah tanpa ilmu pengetahuan atau petunjuk dan tanpa Kitab yang memberi penerangan.” (QS 31:20)
Dari semua ayat tersebut di atas, dapatlah diketahui bahwa menurut pandangan seorang Muslim tidak ada yang memberi sesuatu selain Allah.
Bersyukur dengan menggunakan anggota badan ialah menggunakan anggota badan itu hanya untuk beribadah kepada Allah dan mematuhi perintah-Nya. Kamu dilarang melakukan perintah mahluk, jika perintah itu bertentangan dengan perintah Allah atau penentang Allah. Termasuk ke dalam mahluk ini ialah diri kamu sendiri, kehendakmu dan lain-lain. Ta’atlah kepada Allah yang semua mahluk takluk kepada-Nya. Jadikanlah Dia pemimpinmu. Jadikanlah selain Allah sebagai perkara sekunder atau perkara yang dikemudiankan setelah Allah. Jika kamu lebih mementingkan atau mendahulukan yang lain selain Allah, maka kamu telah menyeleweng dari jalan yang lurus dan benar, kamu men-dholim-i diri kamu sendiri, kamu menjalankan perintah yang bukan didatangkan oleh Allah kepada orang-orang yang beriman dan kamu menjadi pengikut jalan yang bukan jalan orang-orang yang Allah beri nikmat.
Allah berfirman,
 “Dan Kami telah tetapkan terhadap mereka di dalamnya (At-Taurat) bahwasanya jiwa (dibalas) dengan jiwa, mata dengan mata, hidung dengan hidung, telinga dengan telinga, gigi dengan gigi, dan luka-luka (pun) ada kisasnya. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas)nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang dholim.” (QS 5:45).
Dan Allah berfirman pula,
“Dan hendaklah orang-orang pengikut Injil, memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah di dalamnya. Barangsiapa tidak memutuskan perkara menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang fasik.” (QS 5:47)
Mereka yang dholim dan melanggar batas-batas Allah akan menempati neraka yang bahan apinya terdiri atas manusia dan batu. Sekiranya kamu tidak tahan merasakan demam walau sehari saja di dunia ini atau terkena panas api walau sedikit saja di dunia ini, maka bagaimana mungkin kamu akan sanggup tinggal di dalam api neraka ?  Oleh karena itu, larilah segera dan mintalah perlindungan kepada Allah.
Berhati-hatilah terhadap perkara-perkara tersebut di atas, karena selama hidupmu kamu tidak akan dapat bebas dari batas-batas Allah, baik kamu berada dalam dukacita maupun dalam sukacita. Bersabarlah jika ditimpa dukacita dan bersyukurlah juka menerima sukacita. Janganlah kamu marah kepada orang lain, apabila kamu ditimpa musibah dan jangan pula kamu menyalahkan Allah serta meragukan kebijaksanaan dan pilihan-Nya untuk kamu di dunia dan di akhirat. Janganlah kamu berharap kepada orang lain untuk melepaskan kamu dari malapetaka, karena hal itu akan menjerumuskan kamu ke lembah syirik.
Segala sesuatu itu adalah milik Allah dan tidak ada yang turut memilikinya bersama Dia. Tidak ada yang memberikan mudharat dan manfaat, menimbulkan bencana atau kedamaian dan membuat sakit atau sehat, melainkan Allah jua. Allah menjadikan segalanya. Oleh karena itu, janganlah kamu terpengaruh oleh mahluk, karena mereka itu tidak mempunyai daya dan upaya. Hendaklah kamu selalu bersabar, ridha, menyesuaikan dirimu dengan Allah dan tenggelamkan dirimu ke dalam lautan perbuatan-Nya.
Jika kamu tidak diberi seluruh berkat dan karunia ini, maka kamu perlu memohon kepada Allah dengan merendahkan dirimu dan ikhlas. Akuilah dosa dan kesalahanmu serta mintalah ampun kepada-Nya. Akuilah ke-tauhid-an dan karunia Allah.
Nyatakanlah bahwa kamu tidak menyekutukan apa-apa dengan Allah Yang Maha Esa dan ridhalah dengan-Nya, sehingga suratan takdir dan malapetaka itu berlalu dan dihindarkan dari kamu. Setelah tiba saat bencana itu habis, maka datanglah kesenangan dan kesentosaanm sebagaimana terjadi kepada Nabi Ayyub as, seperti hilangnya gelap malam dan terbitnya terang siang atau seperti berakhirnya musim dingin dan bermulanya musim panas. Sebab, segala sesuatu itu mempunyai batas, waktu dan matinya. Segala sesuatu itu mempunyai lawannya.
Oleh karena itu, kesabaran adalah merupakan kunci, awal dan akhir serta jaminan kebajikan. Nabi Muhammad SAW pernah bersabda,
 “Pertalian antara sabar dengan iman itu bagaikan kepala dengan badan.”.
Dan beliau bersabda pula,
“Sabar itu adalah keseluruhan iman.”
Kadang-kadang syukur itu datang melalui rasa senang menikmati karunia Illahi yang dilimpahkan kepada kamu. Maka, syukur kamu itu adalah menikmati karunia-Nya di dalam keadaan fana’-nya diri kamu dan hilangnya kemauan serta keinginan kamu untuk menjaga dan memelihara batas-batas hukum. Inilah titik atau stasiun kemajuan terjauh yang bisa dicapai. Ambillah contoh teladan dari apa yang telah kukatakan kepadamu, niscaya jika Allah menghendaki, kamu akan mendapatkan bimbingan Allah Yang Maha Mulia.

AJARAN KEENAMPULUH
Awal kehidupan kerohanian (pengembaraan kerohanian) ialah keluar dari kehendak hawa nafsu, memasuki jalan hukum (syari’at) lalu masuk ke dalam takdir, dan setelah itu kembali masuk ke dalam kehendak nafsu, tetapi masih berada di dalam lingkaran hukum.
Dengan demikian, kamu dapat keluar untuk memenuhi nafsumu di dalam hal makanan, minuman, pakaian, perkawinan, perumahan, kecenderungan dan kebebasan serta masuk ke dalam hukum-hukum (syari’at) Allah. Hendaklah kamu mengikuti Al Qur’an dan Al Hadits.
Allah SWT berfirman,
“Apa saja harta rampasan (fai-I) yang diberikan Allah kepada Rasul-Nya yang berasal dari penduduk kota-kota, maka adalah untuk Allah, untuk Rasul, kaum kerabat, anak-anak yatim, orang-orang miskin dan orang-orang yang dalam perjalanan, supaya harta-harta itu jangan hanya beredar di antara orang-orang kaya saja di antara kamu. Apa yang diberikan Rasul kepadamu, maka terimalah dia. Dan apa yang dilarangnya bagimu, maka tinggalkanlah; dan bertakwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah sangat keras hukuman-Nya.” (QS 59:7).
Allah juga berfirman,
“Katakanlah, “Jika kamu (benar-benar) mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS 3:31)
Kemudian kamu akan dikosongkan dari kehendak hawa nafsumu, dirimu dan ketidakpatuhanmu serta lahir dan batinmu; tidak ada lagi yang tinggal di dalam dirimu selain daripada keesaan Allah dan tidak ada yang tinggal di lahir kamu selain daripada ketaatan kepada Allah di dalam melaksanakan perintah dan meninggalkan larangan-Nya.
Ini akan melekat pada kamu, sehingga menjadi pakaian kamu dan kekal pada kamu. Kemudian, segala tindak-tanduk, perangai, tingkah-laku dan bahkan diam dan gerak kamu di dalam seluruh keadaan, siang dan malam, baik di dalam perjalanan maupun bukan, di dalam kesusahan maupun di dalam kesenangang, di dalam keadaan sehat maupun di dalam keadaan sakit dan bahkan di dalam semua keadaan dan waktu adalah di dalam kepatuhan dan ketaatan kepada Allah semata-mata.
Setelah itu, kamu akan dibawa menuju lautan takdir dan dikontrol oleh takdir itu. Kamu akan terlepas dari usaha, daya dan upaya serta kekuasaan dan kekuatan. Kamu akan mendapatkan bagian-bagianmu yang kalau dituliskan dengan tinta, maka tinta itu akan kering dan penapun akan tumpul, yang tidak dapat diceritakan. Ilmu tentang itu telah berlalu. Bagian-bagianmu akan diberikan kepadamu. Kamu akan diberi perlindungan dan keselamatan di dalam batas-batas hukum Allah, dan kamu akan dikekalkan di dalamnya. Kamu akan bersesuaian dengan Allah. Kamu akan senantiasa berada dalam peraturan dan hukum-hukum Allah dan Dia akan meringankan perasaan beratmu di dalam menjalankan perintah-perintah Allah.
Allah berfirman,
 “Sebagaimana, Kami telah menurunkan kepada orang-orang yang membagi-bagi.” (QS 15:90).
Firman-Nya pula, “…demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS 12:24)
Perlindungan Allah akan menemani kamu, sehingga kamu menemui Tuhanmu dengan rahmat-Nya. Itulah bagian yang telah ditentukan untuk kamu, dan itu adalah bagian yang ditahan untuk sampai kepadamu ketika kamu mengembara di padang pasir kehendak hawa nafsumu, karena hal itu akan memberatkan kamu. Jadi, kamu tidak diberati lagi. Jika tidak ditahan, tentulah kamu akan menanggung beban yang memberatkan dan meletihkan kamu serta menyelewengkan kamu dari maksud dan tujuanmu. Dengan ini, kamu akan sampai ke peringkat fana’. Inilah kedekatanmu dengan Allah dan ilmu-Nya. Kamu mendapatkan limpahan rahasia dan berbagai ilmu. Dan kamu sampai ke lautan nur (cahaya) dan bahaya tidak akan dapat membahayakan nur itu lagi.
Keadaan kebiasaan manusia itu akan tetap ada sampai nyawa berpisah dengan badan. Hal ini dimaksudkan agar ia dapat menikmati sepenuhnya bagian-bagian yang telah ditentukan untuknya. Jika keadaan kebiasaan itu telah lenyap dari manusia, maka manusia itu akan masuk dalam golongan para malaikat. Jika demikian keadaannya, maka sistem yang telah ditentukan itu akan kacau dan kebijaksanaan Allah pun akan tercacadi. Karenanya, keadaan kemanusiaan itu akan tetap tinggal pada kamu, agar kamu dapat menikmati sepenuhnya apa yang telah ditetapkan dan ditentukan untukmu.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Ada tiga perkara dari dunia ini yang aku sukai: wangi-wangian, wanita dan kesejukan mataku di dalam shalat.”
Apabila Nabi Muhammad SAW telah lenyap dari dunia dan seisinya ini serta bagian-bagian yang ditahan untuk sampai kepadanya semasa beliau berada dalam pengembaraannya menuju Allah dikembalikan kepadanya, maka semua itu akan diambil-Nya, agar beliau bersesuaian dengan Allah, ridha terhadap perbuatan-Nya, taat kepada perintah-Nya, sifat-sifatnya menjadi suci, rahmatnya menyeluruh dan keberkatannya bersama dengan para Aulia dan para Nabi.
Demikian pula para Wali itu berada di dalam keadaan ini. Bagian dan kesenangan dikaruniakan kembali kepadanya setelah ia fana’, dan semua ini masih berada dalam batas-batas hukum Allah. Menurut istilah orang-orang sufi, ini adalah kembali dari suatu destinasi (tempat yang dituju) menuju tempat semula.

AJARAN KEENAMPULUH SATU
Setiap mu’min harus mengadakan pemeriksaan dan penelitian terlebih dahulu serta tidak boleh tergesa-gesa ketika bagian-bagiannya sampai kepadanya dan ia terima, sampai datang perintah hukum yang menyatakan bahwa bagian itu dibolehkan untuknya dan ilmu Allah yang menghalalkan dan membenarkan bahwa bagian itu adalah untuknya. Nabi bersabda, “Sesungguhnya orang mu’min itu berwaspada, sedangkan orang munafik itu terus menerkam apa saja yang datang kepadanya.”
Beliau juga bersabda, “Orang mu’min itu tidak terburu-buru.” “Buanglah segala sesuatu yang menimbukan keraguan di dalam hatimu dan terimalah segala sesuatu yang tidak meragukan.”, demikian sambung beliau.
Jadi, orang mu’min itu selalu berhati-hati terhadap semua perkara seperti makanan, minuman, pakaian, perkawinan dan apa saja yang sampai kepadanya. Ia tidak akan asal menerima saja (nerimo), kecuali jika ia telah yakin bahwa perkara itu halal. Ini di dalam peringkat mu’min biasa. Sedangkan dalam peringkat wilayah (kewalian), maka terlebih dahulu ia mendengarkan perintah hatinya; jika hatinya itu menghalalkan, maka barulah ia menerimanya. Jika dalam peringkat Abdal dan Ghauts, maka ia menentukannya dengan ilmu Allah. Dan jika dalam peringkat fana’, peringkat terakhir, maka ia mengikuti perbuatan Allah, dan ini adalah takdir itu sendiri.
Masih ada satu peringkat keadaan lagi, di mana seorang menerima apa saja yang datang kepadanya selagi masih mengikuti hukum-hukum syari’at atau perintah hati atau ilmu Allah. Tetapi, jika ketiga perkara tersebut melarangnya, maka apa yang dilarangnya itu tidak akan diterima olehnya. Keadaan peringkat ini bertentangan dengan keadaan peringkat pertama, di mana kewaspadaan dan kehati-hatian diperlukan, sedangkan peringkat ini hanya memerlukan penerimaan saja.
Masih ada peringkat lain lagi yang lebih atas daripada peringkat tadi. Dalam peringkat ini, seseorang hanya menerima saja dan mempergunakannya tanpa mengikuti hukum syari’at, perintah hati atau ilmu Allah. Inilah hakekat fana’. Dalam peringkat ini, si mu’min berada dalam pemeliharaan Allah semata-mata dan ia tidak lagi dijamah oleh malapetaka, iblis, dosa dan noda, atau keluar dari hukum-hukum syari’at.
Firman Allah, “… demikianlah, agar Kami memalingkan daripadanya kemungkaran dan kekejian. Sesungguhnya Yusuf itu termasuk hamba-hamba Kami yang terpilih.” (QS 12:24)
Dengan demikian, si hamba tadi terpelihara oleh Allah dari melanggar batas-batas hukum. Segala hal ihwalnya dipelihara oleh Allah. Allah memberikan kekuasaan kepadanya untuk mendapatkan segala kebaikan. Jadi, apa saja yang datang kepadanya adalah terlepas dari kesusahan, bencana dan kesulitan di dunia dan di akhirat serta ia benar-benar bersesuaian dengan keridhaan, tujuan dan perbuatan Allah SWT.
Tidak ada peringkat yang lebih tinggi lagi dari ini. Inilah tujuan. Peringkat ini dimiliki oleh ketua para wali yang besar, yang mereka itu adalah orang-orang suci dan memiliki rahasia-rahasia Allah, yaitu orang-orang yang sampai ke gerbang keadaan yang dimiliki oleh para Nabi. Semoga kesejahteraan dilimpahkan kepada mereka.

AJARAN KEENAMPULUH DUA
Alangkah mengherankan bila kamu selalu mengatakan bahwa si Anu itu dekat kepada Allah, tetapi si Anu itu jauh dari Allah; bahwa si Anu itu diberi karunia, sedangkan si Anu itu tidak diberi; bahwa si Anu itu dikayakan, sedangkan si Anu itu dimiskinkan; bahwa si Anu itu disehatkan, tetapi si Anu itu disakitkan; bahwa si Anu itu dimuliakan, tetapi si Anu itu dihinakan; bahwa si Anu itu dipuji, sedangkan si Anu itu dicaci; dan bahwa si Anu itu dibenarkan, sedangkan si Anu itu disalahkan.
Tidakkah kamu mengetahui bahwa Dia itu Satu dan bahwa Yang Satu itu menyukai kesatuan di dalam perkara cinta dan menyayangi orang yang cintanya hanya satu, yaitu kepada Dia ?
Jika kamu dibawa untuk dekat kepada-Nya melalui selain Dia, maka cintamu kepada-Nya itu akan ternoda dan tidak lagi satu. Sebab, kadangkala terlintas di dalam pikiranmu bahwa kamu bisa mendapatkan karunia dan keberkatan itu lantaran melalui selain Dia itu. Akhirnya, cintamu kepada Allah akan tercacad. Allah Yang Maha Besar cemburu kepadamu, karena kamu telah menyekutukan cintamu kepada-Nya dengan cintamu kepada yang selain Dia. Oleh karena itu, Dia menahan tangan orang lain untuk menolongmu, menahan lidah mereka untuk memuji kamu dan menahan kaki mereka untuk melangkah menuju kamu, agar dengan demikian mereka tidak dapat memalingkan kamu dari Dia sendiri.
Nabi Muhammad SAW bersabda, “Hati itu telah dijadikan sedemikian rupa, sehingga seseorang itu terpaksa mencintai orang yang memberi kebaikan dan membenci orang yang memberi mudharat kepada dirinya.”
Jadi, Allah menahan seseorang untuk berbuat baik terhadapmu sampai kamu menyadari keesaan-Nya dan mencintai-Nya dengan sepenuh hati, tanpa membagi kecintaan, baik secara lahir maupun batin dan baik ketika bergerak maupun ketika diam, sehingga kamu menyadari bahwa tidak ada kebaikan yang datang, kecuali kebaikan yang datang dari Allah, kamu menyadari bahwa segala kebaikan dan kejahatan itu semuanya datang dari Allah SWT dan kamu terus hilang dari mahluk dan diri kamu sendiri, dari kehendak dan keinginan kamu sendiri, dan apa saja selain Allah Yang Maha Suci lagi Maha Tinggi.
Setelah itu, barulah tangan mereka akan dibukakan untuk kamu dengan kemurahan dan pemberian mereka, dan lidah mereka akan memuji kamu. Kemudian, kamu akan dipelihara dengan sebaik-baiknya di sepanjang masa, baik di dalam dunia ini maupun di akhirat kelak.
Oleh karena itu, janganlah kamu bersikap kurang sopan. Lihatlah orang melihat kamu. Jagalah orang yang menjaga kamu. Cintailah orang yang mencintai kamu. Jawablah orang yang memanggilmu. Peganglah tangan orang yang memegangmu dari jatuh tersungkur, yang membawamu keluar dari gelapnya kejahilan, yang menyelamatkanmu dari kebinasaan, yang membersihkan kotoran-kotoranmu, yang mengeluarkanmu dari kehinaan, yang melepaskanmu dari cengkeraman hawa nafsu iblismu dan yang mengasingkan dirimu dari teman-temanmu yang jahil dan menghalangimu untuk menuju Allah.
Berapa lamakah kamu akan tetap tinggal bersama hawa nafsu kebinatanganmu, bersama mahluk, bersama kehendak dan keinginanmu, bersama keingkaranmu, bersama kehidupan dunia dan akhiratmu serta bersama apa saja selain Allah ?
Mengapa kamu menjauh dari Pencipta mahluk dan yang mewujudkan segalanya, Yang Awal dan Yang Akhir, Yang Zhahir dan Yang Batin, tempat kembali dan tempat bermula segala sesuatu, yang memiliki hati dan kedamaian jiwa, yang meringankan beban, yang memberi karunia dan yang memberi rahmat dan ni’mat ?

AJARAN KEENAMPULUH TIGA
Pernah di dalam mimpiku seakan-akan aku berkata, “Wahai kamu yang menyekutukan Tuhanmu dengan dirimu sendiri di dalam pikiranmu, dengan mahluk-Nya di dalam perbuatan lahirmu, dan dengan keinginanmu di dalam perbuatanmu.” Mendengar seruanku itu, orang yang berada di sisiku bertanya, “Apa yang terjadi ?” Jawabku, “Ini adalah sejenis ilmu kerohanian.”

AJARAN KEENAMPULUH EMPAT
Pada suatu hari, suatu perkara telah mengacaukan pikiranku. Batinku terasa berat menanggung beban itu. Kemudian aku memohon kesenangan dan kesentosaan serta jalan keluar. Aku ditanya tentang apa yang aku inginkan.
Aku berkata, “Aku menginginkan kematian yang tidak ada kehidupan di dalamnya dan suatu kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya.”
Kemudian, akupun ditanya lagi tentang jenis kematian yang tidak ada kehidupan di dalamnya dan jenis kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya.
Aku menjawab, “Kematian yang tidak ada kehidupan di dalamnya ialah kematianku dari jenisku sendiri supaya aku tidak melihatnya, baik ia memberikan manfaat maupun memberikan mudharat, dan kematian dari diriku sendiri, dari keinginanku, tujuanku dan harapanku dalam hal keduniaan dan keakhiratan, sehingga aku tidak berada dalam semua ini.
Sedangkan kehidupan yang tidak ada kematian di dalamnya ialah kehidupanku dengan perbuatan Tuhanku di dalam keadaanku yang tidak ada wujud di dalamnya, dan kematianku di dalamnya adalah wujudku dengannya. Oleh karena aku telah mengetahui hal ini, maka ini menjadi tujuanku yang paling berharga sekali.”

AJARAN KEENAMPULUH LIMA
Mengapa kamu marah kepada Allah lantaran doamu lambat diterima-Nya ? Kamu mengatakan bahwa kamu telah dilarang meminta kepada orang dan disuruh meminta kepada Allah saja. Kamu memohon kepada-Nya, tetapi Dia tidak memperkenankan permohonanmu.
Inilah jawabanku untukmu, “Apakah kamu seorang yang merdeka atau seorang budak ? Jika kamu mengatakan bahwa kamu itu seorang yang merdeka, maka itu menandakan bahwa kamu adalah seorang kafir. Tetapi, jika kamu mengatakan bahwa kamu adalah budak, maka aku akan bertanya padamu, ‘Apakah kamu akan menyalahkan tuanmu sendiri lantaran ia terlambat memenuhi permintaanmu, ragu tentang kebijaksanaan dan rahmatnya kepadamu dan kepada seluruh mahluk dan ragu tentang ilmunya yang mengetahui segala perkara ?
Atau, apakah kamu tidak menyalahkan Allah ? Jika kamu tidak menyalahkan-Nya dan mengakui kebijaksanaan-Nya di dalam melambatkan penerimaan doamu itu, maka wajiblah kamu bersyukur kepada-Nya, karena Dia telah membuat peraturan yang sebaik-baiknya untukmu, memberikan faidah kepadamu dan menjauhkanmu dari mudharat.
Jika kamu menyalahkan Tuhan dalam hal ini, maka kamu adalah seorang yang kafir. Sebab, dengan menyalahkan-Nya itu berarti kamu menganggap Tuhan tidak adil, padahal Dia Maha Adil dan sekali-kali tidak dholim terhadap hamba-hamba-Nya. Mustahil jika Dia itu tidak adil. Maha Suci Dia dari sifat-sifat yang tercela. Ketahuilah, bahwa Dia itu adalah Tuhanmu yang memiliki segalanya. Dia mengawasi segalanya. Dia melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya. Oleh karena itu, istilah tidak adil dan dholim tidak berlaku bagi Allah. Orang yang dholim itu adalah orang yang mengganggu kepunyaan orang lain tanpa seijinnya. Mungkin kamu sendiri yang dholim, bukan Allah yang dholim.
Maka, janganlah kamu menyalahkan-Nya dalam perbuatan-Nya yang tampak melalui kamu, walaupun itu tidak kamu sukai dan tidak sesuai dengan kehendakmu, dan meskipun pada lahirnya membahayakan kamu. Kamu wajib bersyukur, bersabar dan ridha dengan Allah. Janganlah kamu merasa kesal dan menyalahkan Dia, karena mungkin hal itu akan memalingkan kamu dari jalan Allah. Kamu wajib selalu melakukan shalat dengan ikhlas, berbaik sangka terhadap Allah, percaya kepada janji-janji-Nya, men-tauhid-kan-Nya, menjauhi larangan-Nya, melaksanakan perintah-Nya dan bersikap seperti orang mati ketika Dia memanifestasikan takdir dan perbuatan-Nya terhadapmu.
Jika hendak menyalahkan juga dan terpaksa berbuat demikian, maka salahkanlah dirimu sendiri yang berisikan iblis dan ingkar kepada Allah Yang Maha Kuasa. Lebih baik kamu mengatakan bahwa diri kamu yang dholim dan bukan Allah yang dholim. Oleh karena itu, berhati-hatilah. Janganlah kamu benar-benar menuruti dirimu sendiri dan ridha dengan perbuatan dan perkataannya dalam semua keadaan, karena ia adalah musuh Allah dan musuh kamu. Ia adalah sahabat musuh Allah dan musuh kamu, yaitu setan yang dilaknat.
Takutlah kamu kepada Allah. Berwaspadalah dan berhati-hatilah. Larilah dari musuhmu ! Salahkanlah dirimu sendiri. Katakanlah bahwa dirimulah yang dholim itu. Dan katakanlah kepadanya ayat Allah ini,
“Mengapa Allah akan menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman ?” (QS 4:147)
dan ayat ini,
“Yang demikian itu, adalah disebabkan perbuatan yang dikerjakan oleh kedua tangan kamu dahulu dan sesungguhnya Allah sekali-kali bukanlah penganiaya hamba-hamba-Nya.”” (QS 22:10)
dan ayat ini lagi,
“Sesungguhnya Allah tidak berbuat dholim kepada manusia sedikitpun, akan tetapi manusia itulah yang berbuat dholim kepada diri mereka sendiri.” (QS 10:44).
Bacakanlah kepada dirimu ayat-ayat ini dan ayat-ayat lainnya yang berkenaan dengan hal ini, dan juga hadits Nabi SAW. Perangilah dirimu sendiri karena Allah. Lawanlah dan bunuhlah dirimu itu. Jadilah tentara Allah dan panglima perang-Nya. Karena diri itu adalah musuh Allah yang paling besar di antara musuh-musuh-Nya.
Allah berfirman kepada Daud yang kurang lebih maksudnya ialah, “Hai Daud, buanglah hawa nafsumu, karena tidak ada yang melawan-Ku dalam kepunyaan-Ku, melainkan hawa nafsu manusia.”

AJARAN KEENAMPULUH ENAM
Janganlah berkata, “Aku tidak meminta apa-apa kepada Allah. Sebab, jika perkara yang aku minta itu telah ditentukan untukku, maka ia pasti datang kepadaku, baik aku memintanya maupun tidak. Jika perkara itu tidak ditetapkan untukku, maka perkara itu tidak akan aku dapatkan, sekalipun aku meminta kepada-Nya.”
Jangan ! Jangan berkata demikian. Hendaklah kamu berdoa dan memohon kepada Allah apa saja yang kamu kehendaki dan kamu perlukan, berupa perkara-perkara yang baik di dunia ini dan di akhirat kelak. Tetapi, janganlah kamu meminta perkara yang haram dan membahayakan kamu. Hal ini karena Allah telah menyuruh kita untuk memohon kepada-Nya.
Allah berfirman, “Berdoalah kepada-Ku, niscaya Aku akan memperkenankan doamu.” (QS 40:60).
Dan firman-Nya, “… dan mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya …” (QS 4:32).
Nabi Muhammad SAW, pernah bersabda, “Mohonlah kepada Allah dengan sepenuh keyakinanmu bahwa permohonanmu itu akan diterima oleh Allah.”
Beliau juga bersabda, “Berdoalah kepada Allah dengan menengadahkan telapak tanganmu.” Masih banyak lagi sabda-sabda beliau yang senada dengan itu.
Janganlah kamu berkata, “Sesungguhnya aku telah memohon kepada Allah, namun Dia tidak memperkenankan permohonanku. Maka, sekarang aku tidak mau lagi memohon kepada-Nya.”
Janganlah berkata demikian. Teruslah berdoa kepada Allah. Jika suatu perkara itu telah ditetapkan untukmu, maka perkara itu akan kamu terima setelah kamu meminta kepada-Nya. Ini akan memperkokoh keimananmu dan keyakinanmu kepada Allah serta kesadaranmu akan keesaan-Nya. Ini juga akan melatih kamu untuk senantiasa memohon kepada Allah dan bukannya kepada selain Dia di dalam setiap waktu dan keadaan, serta memperkuat kepercayaanmu bahwa permohonanmu itu akan dikabulkan oleh Allah Yang Maha Pemurah.
Jika suatu perkara itu tidak diperuntukkan kepadamu, maka Allah akan memberikan perasaan cukup (Self-sufficiency) kepadamu di dalam perkara itu dan memberikan rasa gembira berada di sisi Allah Yang Maha Gagah lagi Maha Perkasa, meskipun kamu miskin. Jika kamu berada dalam keadaan kemiskinan dan sakit, maka Allah akan membuatmu gembira dengan keadaan itu. Jika kamu berhutang, maka Allah akan melunakkan hati orang yang memberikan hutang kepadamu itu, sehingga ia tidak mengerasimu supaya membayar dengan segera, bahkan orang itu akan memberi tempo yang lama, atau mengurungkan pembayarannya, dan atau menghapus hutang itu. Jika pembayaran itu tidak dikurangi atau tidak dihapuskannya di dunia ini, maka Allah akan memberikan ganjaran kepadamu di akhirat kelak sebagai ganti apa yang tidak diberikan-Nya kepadamu saat kamu memohon kepada-Nya di dunia, karena Allah itu Maha Pemurah dan tidak menghendaki balasan apa-apa.
Oleh karena itu, Allah tidak akan menyia-nyiakan permohonan orang yang memohon kepada-Nya di dunia ini dan di akhirat kelak. Walau bagaimanapun, ia akan tetap mendapatkan apa yang dimohonnya. Jika tidak di dunia ini, maka di akhirat kelak ia akan mendapatkannya jua.
Nabi SAW pernah mengatakan bahwa di hari perhitungan kelak, si mu’min akan melihat di dalam catatan-catatan perbuatannya beberapa perbuatan baik yang tidak ia laksanakan dan ia sendiri tidak menyadarinya. Ia akan ditanya, “Kenalkah kamu kepada perbuatan itu ?” ia menjawab, “Aku tidak tahu dari mana datangnya ini ?” Maka dikatakan kepadanya, “Sesungguhnya ini adalah balasan doamu yang kamu lakukan di dunia dahulu, dan ini karena di dalam kamu berdoa kepada Allah itu kamu ingat kepada-Nya dan mengakui keesaan-Nya, meletakkan sesuatu pada tempat yang semestinya, memberi seseorang apa yang pantas diberikan kepadanya, tidak mengatakan bahwa daya dan upaya itu datang dari dirimu sendiri dan membuang kebanggaan dan kesombongan. Semua itu adalah perbuatan yang baik dan semua itu memiliki balasannya di sisi Allah Yang Maha Gagah lagi Maha Agung.”

AJARAN KEENAMPULUH TUJUH
Apabila kamu telah dapat membunuh dan mematikan dirimu, maka Allah akan menghidupkannya kembali, ia akan melawan lagi dan minta dipuaskan hawa nafsunya serta menikmati perkara-perkara yang haram dan yang diperbolehkan. Oleh karena itu, kamu masih perlu berjuang lagi dan mengawasi diri kamu itu. Dengan demikian, balasan akan dituliskan untukmu dalam setiap kali kamu berjuang. Inilah yang disabdakan oleh Nabi SAW,
“Kita baru saja kembali dari jihad yang kecil dan masuk kepada jihad yang besar (melawan hawa nafsu).”
Jihad besar ini ialah berjuang melawan hawa nafsu diri sendiri yang tiada putus-putusnya, berjuang melawan kehendak dan keinginan untuk melakukan dosa dan maksiat. Inilah yang dimaksudkan oleh Allah di dalam firman-Nya,
“… dan sembahlah Tuhanmu sampai datang kepadamu yang diyakini ” (QS 15:99)
Allah memerintahkan kepada Rasul-Nya supaya menyembah Dia saja. Ini memerlukan perlawanan terhadap ego atau diri beserta kehendak dan kemauannya yang selalu bertentangan dengan kehendak Allah. Demikianlah, perjuangan itu selalu ada sampai datang ajal.
Jika ada pertanyaan, “Bagaimana Nabi bisa kurang berkhidmat kepada Allah, sedangkan ia tidak mempunyai keinginan dan melulu hawa nafsu badaniah ? dan Allah berfirman,
 “Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).” (QS 53:3-4)”
Jawabannya ialah bahwa Allah menyatakan ini kepada Rasul-Nya dimaksudkan untuk mengiyakan atau menekankan perkara ini, agar menjadi ikutan bagi seluruh umatnya di sepanjang masa. Allah Yang Maha Agung memberikan kekuasaan kepada Rasul-Nya untuk mengontrol dirinya dan tidak bersusah payah lagi beliau melawan diri atau egonya sendiri, dan ini membedakan beliau dari para pengikutnya. Apabila si mu’min terus berjuang melawan dirinya sampai akhir hayatnya, maka Allah akan memberinya surga, sebagaimana firman-Nya ini,
“Maka sesungguhnya surgalah tempat tinggalnya.” (QS 79:41)
Apabila Allah telah memasukkan dia ke dalam surga itu, maka jadilah surga itu sebagai tempat beristirahatnya yang kekal dan abadi. Ia tidak akan dipindahkan ke tempat lain atau ke dunia lagi. Dari masa ke masa, semakin bertambah banyak dan baiklah karunia Allah yang diterimanya, ini juga kekal dan tidak ada putus-putusnya, sebagaimana ia berjuang melawan hawa nafsunya di dunia ini dengan tiada henti-hentinya.
Tetapi, orang-orang yang kafir dan munafik serta orang-orang yang berbuat dosa dan maksiat, bila mereka berhenti melawan diri mereka sendiri dan keinginan mereka terhadap dunia ini, mereka mengikuti iblis dan setan, bercampur baur dengan berbagaik kekufuran dan syirik, dan bergelimang dosa dan noda sampai nyawa mereka bercerai dengan badan mereka, tanpa masuk Islam dan bertobat, maka Allah akan memasukkan mereka ke dalam neraka yang penuh dengan azab dan siksa, sebagaimana firman Allah,
“Maka jika kamu tidak dapat membuatnya, peliharalah dirimu dari api neraka yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang disediakan bagi orang-orang kafir.” (QS 2:24)
Allah menjadikan neraka sebagai tempat tinggal mereka. Di situ, kulit, tulang dan daging mereka akan dibakar hangus oleh api neraka. Kemudian, kulit, tulang dan daging mereka itu akan diganti dengan yang baru, yang akan dibakar lagi.
Allah SWT berfirman,
“Sesungguhnya orang-orang yang kafir kepada ayat-ayat Kami, kelak akan Kami masukkan mereka ke dalam neraka. Setiap kali kulit mereka hangus, Kami ganti kulit mereka dengan kulit yang lainnya, supaya mereka merasakan azab. Sesungguhnya Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS 4:56)
Allah berbuat demikian itu lantaran mereka telah bersatu dengan diri mereka sendiri dan dengan keinginan mereka terhadap dunia di dalam perkara berbuat dosa. Oleh karena itu, kulit dan daging mereka terus-menerus hangus terbakar, kemudian diganti dengan yang baru, setelah itu dibakar lagi dan diganti lagi dengan yang baru. Demikianlah, dengan tidak ada putus-putusnya. Mereka senantiasa berada dalam azab dan siksa yang pedih.
Sebaliknya, para penghuni surga senantiasa menikmati karunia Allah yang baru, terus berganti baru dan bertambah-tambah dengan tidak ada putus-putusnya. Dengan demikian, merekapun selalu bertambah syukur atas karunia Allah itu. Inilah balasan yang mereka dapati dari hasil perjuangannya yang tiada henti-hentinya di dunia dahulu, ketika mereka melawan kehendak dan keinginan hawa nafsu angkara murka mereka agar bersesuaian dengan kehendak Allah. Inilah apa yang disabdakan oleh Nabi besar Muhammad SAW yang maksudnya kurang lebih, “Dunia ini ialah ladang akhirat.”

AJARAN KEENAMPULUH DELAPAN
Apabila Allah memperkenankan permohonan dan doa seorang hamba, maka ini tidak berarti bahwa simpanan Allah itu akan berkurang, karena Allah itu Maha Kaya; dan juga tidak semestinya Allah merasa terpaksa menerima permohonan hamba itu, seakan-akan Dia takluk kepada permohonan hamba itu. Sebenarnya, permohonan atau doa hamba itu sesuai dengan kehendak Allah dan juga sesuai dengan masanya. Sebenarnya, penerimaan doa itu telah tertulis dalam azalinya, dan hanya tinggal menunggu masa dikabulkan doa itu oleh Allah. Inilah apa yang dikatakan oleh orang-orang ‘arif di dalam menerangkan kalam Allah, “Setiap saat Dia dalam keadaan baru.”
Ini berarti bahwa Allah menerima permohonan hamba itu pada masa yang telah ditentukan-Nya. Allah telah menentukan masa dikabulkannya doa itu. Allah tidak akan memberi sesuatu kepada seseorang dalam dunia ini, kecuali dengan doa yang datang dari diri hamba itu sendiri. Begitu juga Allah tidak akan menolak sesuatu dari hamba itu, kecuali dengan doanya. Ada sabda Nabi yang menyatakan bahwa ketentuan takdir Illahi itu tidak akan terelakkan, kecuali dengan doa yang ditakdirkan Allah dapat menolak ketentuan takdir itu. Begitu juga, tidak ada orang yang akan masuk ke dalam surga hanya melalui perbuatan baiknya saja, melainkan dengan rahmat Allah juga. Walaupun demikian, hamba-hamba Allah itu akan diberi derajat di surga sesuai dengan amal perbuatannya.
Diriwayatkan bahwa Aisyah pernah bertanya kepada Nabi, “Dapatkah seseorang itu memasuki surga hanya dengan melalui perbuatan baiknya saja ?” Nabi menjawab, “Tidak, kecuali dengan rahmat Allah.” Aisyah bertanya lagi, “Sekalipun engkau sendiri ?” Beliau menjawab, “Ya, sekalipun aku, kecuali jika Allah meliputi aku dengan rahmat-Nya.” Setelah bersabda demikian, beliau meletakkan tangannya di atas kepalanya.
Beliau berbuat demikian untuk menunjukkan bahwa tidak ada seorangpun yang berhak untuk melanggar ketentuan takdir Illahi, dan Allah itu tidak harus memperkenankan doa-doa hamba-hamba-Nya. Dia berbuat apa yang di kehendakinya. Dia mengampuni siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia menghukum siapa saja yang dikehendaki-Nya. Dia memiliki kekuasaan yang mutlak. Segala ketentuan kembali kepada-Nya. Allah tidak boleh ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya, tetapi hamba itulah yang ditanya. Allah memberikan karunia-Nya kepada orang yang dikehendaki-Nya dan tidak memberikannya kepada orang yang tidak dikehendaki-Nya juga.
Segala apa yang berada di langit dan di bumi serta di antara keduanya adalah kepunyaan Allah belaka dan berada dalam kontrol-Nya. Tidak ada tuan-tuan yang memiliki semua itu, melainkan Allah saja. Dan tidak ada pencipta, melainkan Dia juga.
Firman Allah,
“Hai manusia, ingatlah akan nikmat Allah kepadamu. Adakah sesuatu pencipta selain Allah yang dapat memberikan rizki kepada kamu dari langit dan bumi ? Tidak ada Tuhan selain Dia; maka mengapakah kamu berpaling ?” (QS 35:3).
Firman-Nya lagi,
“Atau siapakah yang memimpin kamu dalam kegelapan di daratan dan lautan dan siapa (pula)kah yang mendatangkan angin sebagai kabar gembira sebelum (kedatangan) rahmat-Nya ? Apakah di samping Allah ada Tuhan ? Maha Tinggi Allah terhadap apa yang mereka persekutukan.” (QS 27:63).
Firman-Nya lagi,
“Tuhan langit dan bumi dan apa-apa yang ada di antara keduanya, maka sembahlah Dia dan berteguh hatilah dalam beribadat kepada-Nya. Apakah kamu mengetahui ada seorang yang sama dengan Dia ?” (QS 19:65).
Selanjutnya Allah berfirman,
“Kerajaan yang haq pada hari itu adalah kepunyaan Tuhan Yang Maha Pemurah. Dan adalah satu hari yang penuh kesukaran bagi orang-orang kafir.” (QS 25:26)

AJARAN KEENAMPULUH SEMBILAN
Janganlah meminta kepada Allah SWT selain ampunan atas segala dosa yang telah lalu, perlindungan dari segala dosa yang sekarang dan dosa yang akan datang, kekuatan untuk ta’at kepada Allah, kekuatan untuk dapat melakukan perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya, dapat rela dengan senang terhadap kesusahan dan ketentuan takdir-Nya, dapat sabar di dalam menghadapi malapetaka, dapat mensyukuri karunia-Nya, dapat mati di dalam keadaan iman dan baik serta dapat bersatu dengan golongan para Nabi, orang-orang besar, para syuhada dan orang-orang yang diridhai, karena inilah sebaik-baiknya rekan dan teman.
Janganlah kamu meminta kepada Allah perkara-perkara seperti dihindarkan dari kemiskinan dan kesusahan serta diberi kekayaan dan kesenangan. Tetapi, hendaklah kamu meminta rasa senang dengan apa yang telah ditentukan-Nya dan meminta perlindungan yang kekal untuk berada di dalam suasana dan keadaan yang telah ditentukan-Nya untukmu sampai kamu dipindahkan ke lain suasana dan keadaan atau ke lain keadaan yang berlawanan. Sebab, kamu tidak mengetahui letak kebaikan. Di dalam kayakah atau miskinkah ? Di dalam kesusahankah atau di dalam kesenangankah ? Allah merahasiakan pengetahuan tentang itu kepada kamu. Dia saja yang mengetahui baik buruknya sesuatu perkara.
Diriwayatkan bahwa Umar bin Khattab berkata,
“Keadaan yang aku lihat di pagi hari, tidak menjadi permasalahan bagiku, baik ia membawa apa yang aku sukai maupun tidak aku sukai, karena aku tidak tahu di mana letak kebaikan itu.”
Ia mengatakan itu, karena ia ridha dengan apa saja yang diperbuat Allah dan berpuas hati dengan ketentuan dan pilihan Allah untuknya. Allah berfirman,
“Diwajibkan atas kamu berperang, padahal berperang itu adalah sesuatu yang kamu benci. Boleh jadi kamu membenci sesuatu, padahal ia amat baik bagimu, dan boleh jadi (pula) kamu menyukai sesuatu, padahal ia amat buruk bagimu; Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS 2:216).
Allah mengetahui mana yang baik dan mana yang tidak baik, sedangkan kamu tidak mengetahuinya.
Tetaplah tinggal dalam keadaan ini sampai keinginan hawa nafsumu musnah dan dirimu hancur, hina, dapat dikuasai dan ditaklukkan. Setelah itu, tujuan, keinginanmu dan semua yang wujud akan keluar dari dalam hatimu dan tidak ada yang tinggal lagi di dalamnya, kecuali Allah saja. Ketika itu, hatimu akan dipenuhi dengan kecintaan kepada Allah, dan niatmu untuk mencapai-Nya akan menjadi ikhlas.
Setelah itu, dengan perintah-Nya, maka tujuan dan kehendakmu akan dikembalikan lagi kepadamu untuk menikmati dunia ini dan akhirat. Kemudian, semua ini akan kamu pinta dari Allah, dan kamu akan mencarinya di dalam kepatuhan kepada Allah dan bersesuaian dengan Allah SWT. Jika Dia memberikan karunia kepadamu, maka kamu bersyukur dan jika Dia menarik kembali karunia itu, maka kamu pun tidak berkecil hati dan tidak pula menyalahkan Allah.
Jiwa dan pikiranmu akan tenang dan damai, karena kamu mencarinya bukan dengan keinginan dan hawa nafsumu, lantaran hati kamu telah kosong dari keinginan dan hawa nafsumu itu, dan kamu tidak melayani hasratmu terhadap perkara-perkara ini, tetapi kamu semata-mata hanya mengikuti perintah Allah saja melalui doamu kepada-Nya. Semoga ketentraman dan kedamaian dilimpahkan kepadamu.

AJARAN KETUJUHPULUH
Mengapa kamu merasa sombong dengan perbuatanmu sendiri, bangga dengan dirimu sendiri dan mengharapkan ganjaran sambil mengatakan bahwa semua ini adalah karena kekuatan yang dikaruniakan Allah kepadamu, pertolongan-Nya dan idzin-Nya ?
Jika kamu bisa mengelakkan dosa dan noda, maka hal itu adalah karena pertolongan dan perlindungan Allah. Mengapa pula kamu tidak bersyukur kepada Allah atas pertolongan dan perlindungan-Nya ? Dan mengapa pula kamu tidak menyadari bahwa kebiasaanmu menghindarkan dosa itu adalah karena karunia dan rahmat Allah ? Mengapa kamu bangga dengan sesuatu yang bukan kepunyaanmu sendiri ?
Apabila kamu tidak mampu membunuh musuhmu tanpa pertolongan orang yang lebih gagah daripada kamu yang dapat membunuh musuhmu itu, yang kamu hanya menyelesaikan pembunuhan itu saja dan yang jika tanpa pertolongan orang yang gagah itu kamu pasti kalah, maka mengapa kamu merasa sombong dengan perbuatanmu itu ?
Apabila kamu tidak dapat membelanjakan uangmu sendiri, kecuali jika ada seseorang yang pemurah, yang benar dan bisa diharapkan dapat menjaminmu dengan mengatakan bahwa seluruh uang yang kamu belanjakan itu akan digantinya, kamu baru berani membelanjakan uangmu itu, maka mengapa kamu merasa sombong dengan perbuatanmu itu ?
Cara yang baik bagimu ialah bersyukur dan memuji penolongmu itu, yaitu Allah SWT.
Pujilah selalu Allah. Segala kejayaanmu itu adalah dari Allah jua. Janganlah kamu mengatakan bahwa kejayaan itu dari dirimu sendiri, kecuali perkara dosa dan maksiat. Perkara dosa dan maksiat ini hendaklah kamu katakan datang dari dirimu sendiri. Diri itulah yang patut kamu salahkan, karena di situlah terletak kesalahan dan kejahatan. Allah-lah yang menciptakan perbuatan dan tingkah lakumu itu, sedangkan kamu hanya tinggal menjalankan saja. Itulah sebabnya, ada orang-orang yang bijak di dalam ilmu ketuhanan berkata, “Perbuatan itu akan datang dan kamu tidak akan dapat lari darinya.”
Nabi Muhammad SAW bersabda tentang hal ini,
“Perbuatlah perbuatan yang baik, dekatilah Allah dan perbaikilah dirimu. Sebab, setiap orang itu dimudahkan untuk mendapatkan apa yang telah diciptakan untuknya.”

AJARAN KETUJUHPULUH SATU
Kamu termasuk dalam salah satu dari dua perkara ini, pencari atau yang dicari.
Jika kamu menjadi murid, maka kamu adalah pencari. Tetapi, jika kamu seorang guru, maka kamu adalah orang yang dicari.
Jika kamu menjadi pencari, yaitu murid, maka kamu akan menanggung beban yang berat dan memayahkan. Kamu akan terpaksa bekerja keras untuk mencapai tujuan yang kamu idamkan itu. Tidak pantas kamu lari dari kesusahan yang menimpa dirimu, yang berupa kesusahan hidup, harta benda, keluarga dan sanak saudaramu. Pada akhirnya, beban yang kamu tanggung itupun akan diringankan juga dan diambil dari kamu serta kesusahan itu akan dibuang dari kamu. Kemudian, kamu akan diberi keselamatan dan kesentosaan serta akan dilepaskan dari dosa dan maksiat dan dari kebergantungan kepada mahluk. Kamu akan masuk ke dalam golongan hamba-hamba Allah yang dikasihi dan dipelihara-Nya.
Sedangkan jika kamu menjadi seorang yang dicari, yaitu guru, maka janganlah kamu menyalahkan Allah manakala Allah menimpakan kesusahan kepadamu, dan jangan pula kamu meragukan kedudukanmu di sisi Allah, karena Allah hendak mengujimu supaya kedudukanmu ditinggikan di sisi-Nya. Allah hendak menaikkan kedudukanmu ke tingkat yang mulia dan tingkat Abdal.
Apakah kamu ingin kedudukanmu direndahkan dari tingkat yang mulia dan tingkat Abdal ? Ataukah kamu ingin memakai pakaian yang lain selain pakaian mereka ?
Sekalipun kamu rela dengan kedudukanmu yang rendah itu, tetapi Allah tidak rela. Allah berfirman,
“Apabila kamu mentalak istri-istrimu, lalu habis iddahnya, maka janganlah kamu (para wali) menghalangi mereka kawin lagi dengan bakal suaminya, apabila telah terdapat kerelaan di antara mereka dengan cara yang ma’ruf. Itulah yang dinasehatkan kepada orang-orang yang beriman di antara kamu kepada Allah dan hari kemudian. Itu lebih baik bagimu dan lebih suci, Allah mengetahui, sedang kamu tidak mengetahui.” (QS 2:232)
Allah hendak meninggikan, memuliakan dan membaikkan kamu, tetapi mengapa kamu tidak mau menerimanya ?
Mungkin kamu bertanya, mengapa hamba yang sempurna itu diuji, padahal menurut sepengetahuan kamu bahwa ujian itu ialah untuk orang yang mencintai Allah, yaitu orang yang dikasihi oleh Allah dan dicintai-Nya ?
Jawaban kami: Dahulu, kami telah mengatakan aturannya dan kemudian kemungkinan perkecualiannya. Nabi besar Muhammad SAW adalah orang yang paling dicintai Allah, tetapi beliaupun mendapat ujian yang paling berat. Beliau pernah bersabda,
“Aku adalah orang yang paling takut kepada Allah, sehingga tidak ada orang yang lebih takut kepada Allah daripada aku. Aku mendapatkan penderitaan yang paling hebat, sehingga tidak ada orang yang penderitaannya sama dengan penderitaanku. Pernah selama tigapuluh hari tigapuluh malam aku tidak mendapatkan makanan walau hanya sebesar yang dapat disembunyikan di bawah ketiak bilal.”
Sabda Nabi lagi,
“Sesungguhnya kami dari golongan para Nabi adalah orang-orang yang paling berat diuji, kemudian orang-orang yang berada di bawah peringkat kami, kemudian orang-orang yang berada di bawah itu, dan begitulah seterusnya.”
Sabdanya lagi,
“Akulah orang yang paling baik di sisi Allah dan paling takut kepada-Nya daripada kamu sekalian.”
Bagaimana bisa terjadi orang yang dicintai Allah itu diuji dan ditakutkan, padahal ia adalah hamba yang dicintai dan sempurna ?  Sebenarnya ujian itu bertujuan meninggikan derajat mereka di akhirat kelak, karena derajat kehidupan akhirat itu tidak akan ditinggikan kecuali melalui amal saleh di dalam kehidupan dunia ini.
Dunia ini adalah ladang akhirat. Amal saleh para Nabi dan wali, setelah melakukan perintah dan meninggalkan larangan, adalah terdiri atas kesabaran, rela dengan suka hati dan menyesuaikan diri dengan ujian. Setelah itu, ujian itu akan dihindarkan dari mereka, dan mereka akan mendapatkan karunia, keridhaan dan kasih sayang Allah sampai mereka menemui Allah SWT.

AJARAN KETUJUHPULUH DUA
Orang-orang yang beragama Islam yang pergi ke pasar dengan mematuhi kehendak agama, melakukan perintah Allah seperti pergi melakukan shalat Jum’at atau upacara-upacara keagamaan lainnya atau untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mereka, terdiri atas pelbagai jenis.
Ada sebagian mereka yang apabila pergi ke pasar itu melihat barang-barang yang dijual di situ untuk mengisi perut dan memuaskan seleranya, terpengaruh oleh barang-barang itu dan hati mereka terikat dengannya, sehingga mereka masuk ke dalam suatu ujian. Hal ini mungkin dapat menjatuhkan dirinya dan merobohkan agamanya, lalu ia dipengaruhi oleh hawa nafsu kebinatangan, kecuali jika Allah memelihara mereka dengan rahmat-Nya dan perlindungan-Nya serta memberi mereka kesabaran dan kekuatan untuk menghadapi tarikan hawa nafsu itu. Hanya dengan pertolongan Allah sajalah mereka dapat selamat.
Ada pula sebagian mereka yang apabila telah menyadari bahwa mereka itu hampir tergelincir masuk ke lembah kemurkaan Allah, mereka lekas kembali masuk ke pangkuan agama dan mengontrol diri mereka agar tidak terjerumus. Mereka ini ibarat pahlawan yang menegakkan agama dan ditolong oleh Allah untuk mengontrol diri mereka agar tidak dijajah oleh hawa nafsu yang rendah itu. Allah akan memberikan ganjaran kepada mereka di akhirat kelak.
Nabi pernah bersabda,
“Tujuhpuluh perbuatan baik akan dicatatkan untuk orang mu’min, apabila ia membuang kehendak hawa nafsunya ketika ia dikuasai oleh hawa nafsu itu atau apabila ia dapat menguasainya.”
Beliau bersabda pula,
“Dan sebagian dari mereka ada yang mendapatkan kenikmatan ini, yang berupa kekayaan harta benda dunia, dan menggunakannya dengan karunia dan kehendak Allah, dan mereka bersyukur kepada Allah karena mendapatkan karunia itu.”
Ada pula di antara mereka yang tidak melihat atau tidak menyadari kenikmatan yang ada di pasar. Mereka buta terhadap selain Allah. Mereka hanya mengetahui Allah saja. Mata mereka buta terhadap yang lain dan telinga mereka pun tuli terhadap yang lain. Mereka sibuk dengan Allah, sehingga mereka lupa kepada yang lain. Mereka ini jauh dari dunia dan kesibukannya. Apabila kamu bertanya kepada orang semacam ini di pasar tentang apa yang mereka lihat, maka orang ini akan menjawab, “Kami tidak melihat apa-apa.” Memang mereka melihat barang-barang di pasar dengan mata kepala mereka, tetapi mereka tidak melihatnya dengan mata batin mereka. Mereka hanya melulu melihat, mereka tidak melihatnya dengan keinginan hawa nafsu yang rendah. Pandangan itu jatuh kepada rupa lahirnya saja dan bukan pada hakekatnya. Pandangan itu adalah lahiriah dan bukan batiniah. Pada lahirnya, memang mereka melihat barang-barang dan benda-benda itu di pasar, tetapi di dalam mata hati mereka, apa yang mereka lihat hanyalah Allah. Kadang-kadang tampak dengan sifat keagungan-Nya (Jalal) dan kadang-kadang pula tampak dengan sifat kelemah-lembutan-Nya dan keindahan-Nya (Jamal).
Ada pula di antara mereka yang apabila masuk ke pasar, hati mereka penuh dengan Allah Yang Maha Agung lagi Maha Indah, mereka mengasihi orang-orang yang ada di situ. Oleh karena perasaan kasih sayang mereka ini, maka pandangan mereka tidak langsung tertumpu kepada barang-barang milik orang-orang pasar dan barang-barang yang ada di hadapan mereka. Sejak memasuki pasar sampai keluar lagi darinya, orang-orang ini tetap berada di dalam shalat atau hubungan dengan Allah, mereka memohon perlindungan Allah dan mendoakan penghuni pasar dengan rasa kasih sayang. Hati mereka memohon kepada Allah supaya penghuni pasar itu diberi kebajikan dan dijauhkan dari kedurjanaan. Mereka tiada henti-hentinya memuji Allah atas karunia dan nikmat yang dilimpahkan kepada mereka. Orang-orang semacam ini dijuluki pengawal kerohanian untuk suatu pasar, bandar dan hamba-hamba Allah. Bisa juga kamu menjuluki mereka sebagai orang-orang yang memiliki ilmu ma’rifat, para Abdal, orang-orang wara’, orang-orang yang mengetahui perkara nyata dan perkara ghaib, orang-orang yang dicintai Allah, tujuan terakhir dari Allah, khalifah Allah di atas muka bumi, duta Allah, orang-orang yang menjalankan kebaikan dan kenyataan yang manis, orang-orang yang mendapatkan bimbingan ke jalan yang lurus dan benar, dan pembimbing rohani. Inilah kekasih Allah. Semoga Allah melimpahkan rahmat dan hikmat-Nya kepada orang-orang semacam ini dan siapa saja yang menghadapkan wajahnya kepada Allah serta kepada mereka yang mencapai puncak ketinggian kerohanian.

AJARAN KETUJUHPULUH TIGA
Kadang-kadang Allah memberitahukan kepada wali-Nya tentang kesalahan orang lain, baik berupa perkataan, maupun perbuatan, ataupun pikiran dan sekalipun niat orang itu. Oleh karena itu, Allah memasukkan ke dalam hati wali-Nya itu perasaan ingin mempertahankan keagungan dan kedaulatan Tuhan, Nabi dan agamanya. Api amarah lahir dan batin mereka semakin membara dengan perasaan ingin membela Tuhan, Nabi dan agamanya.
Bagaimana kesenangan akan dapat dirasakan, jika penyakit masih berada di dalam zhahir dan batin ? Bagaimana tauhid akan dapat dicapai, jika masih terdapat kecenderungan untuk mempersekutukan Allah yang dapat membawa seseorang kepada kekufuran dan menjauhkannya dari Allah ?
Bukankah ini adalah sikap yang dimiliki oleh musuh, yaitu iblis yang dilaknat oleh Allah dan sikap yang dimiliki oleh orang-orang munafik yang akan dicampakkan ke dalam api neraka yang paling bawah dan kekal di dalamnya ?
Oleh karena itu, Allah memberikan penerangan melalui lisan para wali-Nya tentang kepalsuan mereka dan tentang kejahatan perbuatan mereka serta betapa bohongnya kata-kata mereka yang menyatakan bahwa mereka mempunyai peringkat kerohanian orang-orang yang benar (shiddiqin), bahwa mereka hendak melawan orang-orang yang fana’ dalam takdir Allah dan bahwa mereka adalah objek terakhir bagi Allah.
Para wali Allah ini melakukan yang demikian itu adalah karena ingin memelihara keagungan Allah Yang Maha Besar, ingin menyalahkan orang-orang yang berbuat bohong itu sebagai nasehat bagi mereka, ingin menunjukkan kekuasaan Allah Yang Maha Gagah dan ingin menunjukkan kemurkaan Allah kepada mereka yang mendustakan kebenaran para wali Allah itu.
Dengan demikian, wali itu dituduh memfitnah orang yang bersangkutan. Wali itu ditanya, “Adakah wali itu dibenarkan memfitnah seseorang, padahal ia dilarang berbuat demikian ? Bolehkah ia berbicara tentang seseorang, baik yang hadir maupun yang ghaib, dan tentang sesuatu yang tidak diketahui oleh orang banyak ?”
Sebenarnya, perlakuan para wali yang demikian itu termasuk dalam maksud firman Allah,
“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah, “Pada keduanya itu terdapat dosa besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” Dan mereka bertanya kepadamu apa yang mereka nafkahkan. Katakanlah, “Yang lebih dari keperluan.” Demikianlah Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu supaya kamu berpikir.” (QS 2:219)
Pada lahirnya, kritik terhadap wali itu menunjukkan ketidakpatuhan seseorang, tetapi pada hakekatnya menimbulkan kemurkaan Allah. Orang yang membantah kebenaran para wali itu ialah orang yang bingung dan susah. Karenanya, mereka itu tidak boleh dibantah, tetapi sebaliknya hendaklah mereka itu didiamkan dahulu, pikirkan dahulu dan cari kebenarannya di dalam syari’at.
Perbuatan Allah dan wali-Nya yang mengeluarkan kata-kata tajam yang mengungkap kepalsuan orang-orang yang berbohong itu jangan dibantah. Jika seseorang tidak membantah mereka, maka hal itu adalah lebih baik baginya, tidak akan timbul kejahatan di dalam hatinya dan itu dipandang sebagai tobatnya dan kembalinya dari lembah kejahilan dan kesesatan.
Kata-kata wali Allah itu merupakan suatu serangan terhadap orang-orang yang berbuat bohong dan juga merupakan suatu kebaikan atau faidah bagi orang-orang yang sombong, yang hampir binasa akibat kesombongan dan keingkarannya kepada Allah. Sesungguhnya Allah membimbing siapa saja yang dikehendaki-Nya ke jalan yang lurus dan benar.

AJARAN KETUJUHPULUH EMPAT
Masalah pertama yang patut diperhatikan oleh orang yang berakal ialah keadaan dan suasana dirinya sendiri, setelah itu barulah ia melihat atau memperhatikan seluruh mahluk dan ciptaan. Dari semua itu, dapatlah diketahui di mana sumber semua itu dan siapa yang mencipta semua itu. Sebab, mahluk itu adalah tanda Al Khaliq (yang mencipta), tanda yang menunjukkan kekuasaan Yang Maha Gagah dan menunjukkan bahwa yang menciptakan itu tentu Maha Bijaksana. Adanya mahluk menunjukkan adanya Al Khaliq, karena semua mahluk itu ada lantaran Dia menciptakannya. Inilah yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas ra dalam ulasannya tentang firman Allah,
“Dan Dia jadikan untukmu segala yang di langit dan di bumi.”
Diriwayatkan bahwa ulasan ayat tersebut ialah sebagai berikut :
Dalam setiap sesuatu itu ada satu sifat di antara sifat-sifat Allah dan dalam setiap nama itu terdapat satu tanda untuk salah satu diantara nama-nama-Nya.
Dengan demikian, kamu pasti berada dalam salah satu di antara nama-nama, sifat-sifat dan perbuatan-perbuatan-Nya.
Batin-Nya melalui kuasa-Nya dan zhahir-Nya melalui kebijaksanaan-Nya. Dia tampak di dalam sifat-sifat-Nya dan terpelihara diri-Nya. Diri-Nya terpelihara di dalam sifat-sifat-Nya dan sifat-sifat-Nya terpelihara di dalam perbuatan-perbuatan-Nya. Dia menampakkan ilmu-Nya melalui iradat-Nya dan Dia menyatakan iradat-Nya di dalam gerak-Nya.
Dia menyembunyikan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya, dan menyatakan kemahiran dan kebijaksanaan-Nya melalui iradat-Nya. Maka, Dia bersembunyi di dalam ghaib-Nya dan tampak di dalam kebijaksanaan dan kekuasaan-Nya.
Firman Allah, “… tidak ada sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dia-lah Yang Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (QS 42:11)
Sesungguhnya banyak rahasia-rahasia ilmu kerohanian di dalam kenyataan ini yang tidak diketahui oleh orang-orang yang hatinya tidak mempunyai sinar kerohanian. Ibnu Abbas mendapatkan ilmu itu karena doa Nabi Muhammad SAW untuknya. Nabi mendoakannya, “Ya Allah, berilah ia pengetahuan tentang agama dan ajarlah ia pengertian tentang Al Qur’an.”
Semoga Allah melimpahkan karunia seperti ini kepada kita semua dan memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang diberi rahmat oleh Allah di hari pembangkitan kelak.

AJARAN KETUJUHPULUH LIMA
Aku memberi nasehat kepada kamu agar kamu takut dan patuh kepada Allah. Turutilah hukum-hukum Allah dan bersihkanlah hatimu. Kontrollah dirimu, relalah dengan Tuhanmu, tolonglah orang miskin dan orang yang sedang dalam kesusahan, jagalah kesucian orang-orang kerohanian, berbuat baiklah kepada seluruh anggota masyarakat, nasehatilah para kaula muda, hindarilah permusuhan dengan rekan dan teman, janganlah suka menimbun harta benda, hindarkanlah dirimu dari berkawan dengan orang-orang yang bukan golongan yang menuju jalan kerohanian dan dari menolong mereka di dalam perkara dunia dan agama.
Menurut agama, hakekat kemiskinan itu ialah kamu tidak lagi memerlukan apa-apa dari orang lain yang seperti kamu juga, sedangkan kekayaan ialah kamu berada melampaui garis keperluan mahluk seperti kamu juga. Tasauf bisa didapati bukan melalui pembicaraan atau percakapan, melainkan melalui lapar dahaga dan menjauhkan diri dari apa yang kamu sukai. Janganlah kamu menonjolkan kepandaianmu di hadapan darwisy, tapi hendaklah kamu bersikap lemah lembut. Karena, jika kamu menonjolkan kepandaianmu, maka dia tidak akan merasa senang. Dia akan senang jika kamu bersikap lemah lembut.
Tasauf itu berdasarkan delapan sifat (kualitas) :
1. Bermurah hati seperti Nabi Ibrahim
2. Menyerah dengan suka rela seperti Nabi Ishak
3. Bersabar seperti Nabi Ya’qub
4. Shalat seperti Nabi Zakaria
5. Miskin seperti Nabi Yahya
6. Memakai pakaian bulu seperti Nabi Musa
7. Mengembara seperti Nabi Isa
8. Beragama seperti Nabi Muhammad SAW

AJARAN KETUJUHPULUH ENAM
Aku nasehatkan kepadamu supaya kamu bergaul dengan orang kaya dengan sikap mulia dan bergaul dengan orang miskin dengan sikap sopan santun. Hendaklah kamu bersikap sopan santun dan ikhlas. Keikhlasan itu membawa kepada pandangan yang kekal terhadap Allah. Janganlah kamu menyalahkan Allah di dalam masalah keduniaan. Rendahkanlah diri di hadapan-Nya. Janganlah kamu merusak hak saudaramu. Bergaullah dengan darwisy dengan sopan santun dan berakhlak baik serta ‘bunuh’-lah diri kamu, sehingga kamu hidup kembali di dalam alam kerohanian. Orang-orang yang dekat kepada Allah itulah yang baik kelakuannya. Yang penting ialah kamu harus menjauhkan diri dari mempersekutukan sesuatu dengan Allah Yang Maha Esa. Teruslah bergaul bersama manusia dengan berpegang kepada kebenaran dan kesabaran. Dan cukuplah kamu bergaul dengan darwisy dan berkhidmat kepada para wali.
Darwisy ialah orang yang tidak mempedulikan apa-apa selain Allah. Kamu menyerang orang yang lebih lemah daripada kamu menunjukkan bahwa kamu adalah orang pengecut. Sedangkan kamu menyerang orang yang lebih kuat daripada kamu itu menunjukkan bahwa kamu adalah orang yang tidak tahu malu. Dan adapun jika kamu menyerang orang yang kekuatannya sepadan dengan kamu, maka itu menunjukkan bahwa kamu tidak berkelakuan baik. Untuk mengikuti kehidupan orang darwisy dan sufi, diperlukan suatu upaya. Semoga Allah memberikan kekuatan kepada kita.
Wahai wali Allah, kamu selalu mengikuti Allah di dalam semua keadaan, karena dengan itu kamu mendapatkan segala kebaikan, dan kamu juga terus melaksanakan perintah Allah, karena dengan demikian kamu terhindar dari perkara-perkara yang merusakkan diri kamu. Adalah juga termasuk tugas kamu untuk senantiasa bersedia menghadapi takdir Allah, karena ketentuan Allah itu pasti akan datang.
Ketahuilah, bahwa kamu akan ditanya tentang gerak dan diam kamu. Oleh karena itu, hendaklah kamu senantiasa berada dalam keadaan yang sesuai untuk sesuatu masa, dan janganlah kamu melakukan apa yang tidak memberi faidah kepada kamu. Patuhilah Allah, Rasul-Nya dan mereka yang memerintah sebagai ganti para Nabi. Hendaklah kamu memberi kepada mereka, jangan hanya meminta kepada mereka, dan doakanlah mereka. Ingatlah kepada saudara-saudaramu seagama, berniat baiklah dan berbuat baiklah kepada mereka. Janganlah memusuhi kaum muslimin dan muslimat, dan jangan pula hatimu dengki kepada mereka.
Kamu perlu mendoakan mereka yang berbuat dholim kepada kamu, dan takutlah kepada Allah. Adalah tugas kamu untuk hanya memakan barang-barang yang halal saja. Bertanyalah kepada orang-orang yang mengetahui ilmu Allah tentang apa yang tidak kamu ketahui. Tanamkanlah rasa sopan santun terhadap Allah dan senantiasalah berdampingan dengan-Nya. Dampingilah selain Allah sekedarnya saja, dan itupun ditujukan untuk berdampingan dengan Allah.
Sedekahkanlah uangmu setiap pagi.
Lakukanlah shalat mayat pada malam hari untuk orang-orang islam yang meninggal dunia pada hari itu.
Setelah selesai shalat Maghrib, lakukanlah shalat istikharah.
Bacalah ayat di bawah ini setiap pagi dan petang sebanyak tujuh kali :
“Allaahumma anjirnaa minannaar (Ya Allah, lindungilah kami dari api neraka)”.
Bacalah selalu:
“A’uu dzubillaahi samii’ul ‘aliimi minasy  syaythoonirojiim
(Aku berlindung kepada Allah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui dari setan yang terkutuk”
Kemudian senantiasalah membaca Takbir (Allahu Akbar)
dan akhirnya ditutup dengan ayat yang terdapat dalam surat Al Hasyr ayat 22 sampai 24, yang artinya
“Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Yang Maha Mengetahui yang ghaib dan yang nyata, Dia-lah Yang Maha Pemurah lagi Maha Penyayang. Dia-lah Allah Yang tiada Tuhan selain Dia, Raja, Yang Maha Suci. Yang Maha Sejahtera, Yang Mengkaruniakan keamanan, Yang Maha Memelihara, Yang Maha Perkasa, Yang Maha Kuasa, Yang Memiliki segala keagungan, Maha Suci Allah dari apa yang mereka persekutukan. Dia-lah Allah Yang Menciptakan, Yang Mengadakan, Yang membentuk Rupa. Yang mempunyai nama-nama yang paling baik. Apa saja yang ada di langit dan di bumi bertasbih kepada-Nya. Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS 59:22-24)
Allah sajalah yang memberi kekuatan dan pertolongan, karena tidak ada kekuatan dan kekuasaan melainkan dengan Allah Yang Maha Besar lagi Maha Mulia.



AJARAN KETUJUHPULUH TUJUH
Berdampinganlah dengan Allah, seolah-olah tidak ada yang lain lagi selain Dia. Berdampinganlah dengan mahluk, seakan-akan diri kamu itu tidak ada. Apabila kamu berada di sisi Allah, tanpa mahluk, maka kamu hanya mendapatkan Allah, sedangkan yang lain tidak ada. Apabila kamu berada beserta mahluk, tanpa diri kamu sendiri, maka hendaklah kamu menjadi orang yang adil dan menolong orang yang menuju jalan yang lurus dan menuju keselamatan dari kesusahan kehidupan.
Tinggalkanlah segala apa yang berada di luar pintu kamar tempatmu menyendiri, dan masuklah ke dalamnya seorang diri. Apabila kamu berada seorang diri di dalam kamar itu, maka kamu akan melihat temanmu di dalam batinmu, kamu akan mengalami sesuatu yang bukan mahluk, dan diri kamu akan lenyap dan sebagai gantinya datanglah perintah Allah dan kedekatan kepada-Nya.
Di dalam peringkat ini, kejahilanmu akan menjadi pengetahuanmu, kejauhanmu akan menjadi kedekatanmu, diam kamu akan menjadi dzikir kepada Allah dan keadaanmu yang heran itu akan membuktikan persahabatan dengan Allah.
Wahai saudaraku, pada peringkat ini tidak ada yang wujud kecuali Allah saja dan yang dijadikan-Nya. Jadi, jika kamu memaki Al Khaliq, maka katakanlah kepada yang lain, “Sesungguhnya mereka itu adalah musuhku, sedangkan Tuhan sekalian alam adalah sahabatku.”
Barangsiapa telah mengalami peringkat ini, maka ia akan mengetahui.
Beliau ditanya, “Bagaimana orang yang telah dikuasai oleh pahit empedu akan bisa merasakan rasa manis ?”
Beliau menjawab, “Ia harus berusaha menjauhkan kehendak dan keinginan hawa nafsunya. Wahai manusia, jika seorang mu’min membuat kebaikan, maka diri kebinatangannya itu akan berganti menjadi hatinya (ia akan menuruti perintah hatinya). Diri itupun mencapai kesadaran hati. Kemudian, hatinya bertukar menjadi rahasia. Rahasia itu juga berganti menjadi fana’. Keadaan fana’ itupun bertukar lalu menjadi “suatu wujud yang lain.” Kemudian diperintahkannya agar kawan-kawan itu pergi melalui tiap-tiap pintu.
Wahai manusia, ketahuilah bahwa fana’ itu ialah mengesampingkan semua mahluk dan menukar keadaanmu menjadi keadaan malaikat, kemudian kembali kepada keadaan semula dan setelah itu Tuhanmu akan memelihara kamu sebagaimana yang dikehendaki-Nya.
Jika kamu menginginkan peringkat ini, maka gunakanlah Islam dan kemudian menyerahlah selalu kepada takdir Allah. Setelah itu, perolehlah ilmu Allah. Kemudian, sadarkanlah diri kamu sepenuhnya akan Allah dan berada dalam Allah. Jika kamu berada dalam wujud yang sedemikian itu, maka kamu akan menjadi kepunyaan Allah sepenuhnya. Bersikap wara’ itu ibarat kerja satu jam, bersikap sederhana di dalam segala hal itu ibarat kerja dua jam, sedangkan ma’rifat Allah itu ibarat kerja yang terus menerus.


AJARAN KETUJUHPULUH DELAPAN
Sekurang-kurangnya ada sepuluh sifat (10) yang harus dimiliki oleh orang-orang yang berada dalam perjuangan kerohanian, yang sedang memeriksa diri sendiri dan yang berusaha mencapai tujuan kerohanian serta yang menginginkan kekal berada dalam keadaan itu. Apabila Allah telah mengizinkan mereka untuk tetap berada dalam keadaan itu dan berdiri teguh di dalamnya, maka mereka akan mendapatkan kedudukan yang tinggi.
�� Sifat pertama, hendaklah seorang hamba tidak bersumpah dengan menggunakan nama Allah, baik di dalam perkara yang benar maupun di dalam perkara yang salah, dan baik secara disengaja maupun tidak. Jika ia telah menyadari hal itu, yakni ia tidak bersumpah dengan menggunakan nama Allah, baik secara disengaja maupun tidak, maka Allah akan membukakan pintu cahaya-Nya baginya, ia akan menyadari faidahnya di dalam hatinya, pangkatnya di sisi Allah akan ditinggikan, kekuatan dan kesabarannya akan bertambah, sanak saudaranya akan memujinya dan tetangga-tetangganya akan memuliakan. Kemudian, orang yang kenal kepadanya akan menghormatinya dan orang yang melihatnya akan merasa gentar memandangnya.
�� Sifat kedua, hendaknya tidak berbuat bohong, baik berbohong yang sesungguhnya maupun hanya sekedar lelucon saja. Jika ia telah dapat membuang perbuatan yang tidak diinginkan itu dan telah menjadi satu dengan dirinya, maka Allah akan membukakan hatinya dan membersihkan ilmunya, sehingga seakan-akan ia tidak pernah berbohong dan apabila ia mendengar orang lain berbohong, maka hatinya akan merasa benci dan malu. Jika ia berdoa kepada Allah supaya Dia menghilangkan perbuatan bohong itu dari dirinya, maka Allah pun akan memperkenankan doanya itu.
�� Sifat ketiga, apabila berjanji, hendaklah tidak mengingkari janji itu, atau jangan berjanji sama sekali. Dengan tidak mengingkari janji atau tidak berjanji sama sekali itu, ia akan mendapatkan sumber kekuatan dirinya, dan inilah tindakan yang seimbang untuk diikuti. Sebab, pengingkaran janji itu termasuk ke dalam perbuatan bohong. Jika ia berbuat demikian, maka pintu kemuliaan akan dibukakan baginya, derajat ahlak yang tinggi akan diberikan kepadanya, orang-orang yang benar akan cinta kepadanya dan pangkatnya di sisi Allah akan ditinggikan.
�� Sifat keempat, hendaklah tidak mengutuk mahluk atau menyakiti mereka, walau ia sendiri disakiti. Karena sifat ini termasuk salah satu sifat yang baik dan termasuk kebajikan. Ini adalah suatu sifat yang benar. Jika seorang hamba bertindak berlandaskan pada sifat ini, maka ia akan berakhir dengan kehidupan yang baik di bawah lindungan Illahi, Allah akan menyediakan pangkat kerohanian yang tinggi untuknya, ia akan dipelihara dari jatuh ke lembah kebinasaan dan dari kejahatan manusia, dan Allah akan mengkaruniakan rahmat dan kedekatan kepada-Nya.
�� Sifat kelima, hendaknya tidak berdoa agar orang lain mendapatkan bahaya, walaupun orang itu memperlakukan dirinya dengan cara yang tidak baik. Janganlah membalas baik dengan lisan maupun dengan perbuatan. Bersabarlah dan serahkanlah kepada Allah. Janganlah menuntut bela, baik dengan perbuatan maupun dengan lisan. Orang yang dapat melakukan semua ini akan diberi kedudukan yang tinggi di sisi Allah. Orang yang terlatih dengan cara seperti ini dan tetap menjalankan sifat ini akan mendapatkan kemuliaan di dunia ini dan di akhirat kelak, dan ia akan dicintai oleh orang-orang yang benar, baik yang dekat maupun yang jauh. Permohonannya akan diterima dan ia akan mendapatkan kemuliaan di hati orang-orang yang beriman.
�� Sifat keenam, janganlah seorang hamba itu mengatakan bahwa orang yang mengikuti kiblat yang sama, yaitu orang yang beragama Islam itu adalah musyrik, munafik atau kafir. Jika kamu tidak mengkafirkan, memunafikkan atau memusyrikkan seseorang, maka itu menunjukkan bahwa kamu mengikuti sunnah Nabi besar Muhammad SAW, menjauhkan diri kamu dari berbuat kekacauan dalam perkara yang hanya diketahui oleh Allah saja dan menjauhkan diri dari siksaan-Nya, serta Allah akan mendekatkan kamu kepada rahmat dan keridhaan-Nya. Oleh karena itu, ini adalah pintu yang mulia untuk menuju Allah SWT. Yang mengkaruniakan sifat ini kepada hamba-hamba-Nya yang beriman sebagai balasan atas kasih sayangnya kepada semua orang.
�� Sifat ketujuh, hendaklah seorang hamba itu menghindarkan dirinya dari perkara dosa, baik secara lahir maupun secara batin, dan juga menjauhkan anggota badannya dari melakukan perbuatan dosa. Dengan demikian, hatinya dan juga seluruh anggota tubuhnya akan mendapatkan karunia Allah di dalam dunia ini dan karunia yang disediakan untuknya di akhirat kelak. Kita berharap semoga Allah memberikan sifat ini kepada kita dan membuang segala hawa nafsu keduniaan dari hati kita.
�� Sifat kedelapan, hendaklah seorang hamba itu tidak membebani seseorang, baik beban itu berat maupun ringan. Sebaliknya , hendaklah ia membuang beban yang ditanggung oleh seorang, baik itu meminta maupun tidak. Sebenarnya, sifat ini adalah sutau kemuliaan yang diberikan Allah kepada hamba itu dan sifat ini juga memberikan kekuatan kepadanya untuk menasehati orang lain supaya melakukan perbuatan baik dan meninggalkan perbuatan jahat.
Ini adalah suatu kemuliaan bagi seorang hamba Allah. Hamba yang berada dalam peringkat ini akan memandang seluruh mahluk itu sama. Hati hamba yang berada dalam peringkat ini akan dijadikan oleh Allah tidak memerlukan apa-apa lagi. Hamba ini akan berpegang teguh dan menyerahkan kepada Allah saja. Allah tidak akan menaikkan derajat seseorang di sisi-Nya, jika ia masih terikat erat kepada kehendak hawa nafsunya. Menurut pandangan orang yang berada dalam peringkat ini, semua mahluk itu adalah sama dan mempunyai hak yang sama. Inilah pintu kemuliaan bagi orang mu’min dan orang-orang yang saleh, dan inilah pintu yang sangat dekat kepada keikhlasan.
�� Sifat kesembilan, hendaknya seorang hamba itu tidak mengharapkan pertolongan manusia dan juga hatinya tidak menginginkan mulia. Hamba ini tidak memerlukan apa-apa lagi. Inilah kebaikan yang besar keyakinan dan kebergantungan yang erat kepada Allah. Inilah salah satu di antara pintu-pintu tawakal kepada Allah yang menghantarkan seseorang untuk takut kepada-Nya. Ini menunjukkan kesempurnaan amal agamanya. Dan ini adalah tanda yang menunjukkan hubungannya yang langsung dengan Allah SWT.
�� Sifat kesepuluh, ialah merendahkan diri, yaitu tidak merasa bangga dan membesarkan diri. Dengan sifat ini, kedudukan seseorang akan ditinggikan dan dimuliakan oleh Allah, ia akan disempurnakan di sisi Allah dan juga di sisi manusia. Ia diberi kekuasaan untuk mendapatkan kehendaknya dalam urusan keduniaan dan keakhiratan. Sifat ini merupakan akar dan ranting bagi batang kesempurnaan ketaatan kepada Allah dan ini juga merupakan penolong yang menaikkan seorang hamba ke posisi orang-orang saleh yang ridha dengan Allah di dalam kesusahan dan kesenangan. Dan inilah kesempurnaan wara’. Di dalam merendahkan diri itu, seorang hamba hanya melihat kelebihan orang lain dan ia berkata, “Barangkali, menurut pandangan Allah, orang itu lebih baik dan lebih kedudukannya daripada aku”.
Jika orang itu adalah orang kecil, maka hamba itu berkata, “Orang ini tidak bersalah kepada Allah, sedangkan aku bersalah kepada-Nya. Oleh karena itu, sudah barang tentu ia lebih baik daripada aku”.
Jika orang itu orang besar, maka ia berkata,
“Orang ini telah menghambakan dirinya kepada Allah, sebelum aku berbuat demikian”.
Jika hamba itu melihat seorang yang ‘alim, maka ia berkata, “Orang ini telah diberi apa yang tidak diberikan kepadaku, ia telah mendapatkan apa yang tidak aku dapatkan, ia mengetahui apa yang tidak aku ketahui dan ia bertindak menurut ilmu pengetahuan”.
Jika orang itu orang jahil, maka hamba itu berkata,
“Orang ini ingkar kepada Allah, karena ia jahil, sedangkan aku ingkar kepada-Nya, padahal aku berilmu. Aku tidak mengetahui bagaimana akhirnya aku dan bagaimana akhirnya orang itu”.
Jika ia melihat orang kafir, maka ia berkata,
“Aku tidak tahu, mungkin ia akan menjadi seorang muslim dan pada akhir hayatnya ia berada dalam kebaikan, sedangkan aku mungkin menjadi orang kafir dan berakhir di dalam kejahatan”.

***Inilah pintu kasih sayang, pintu takut kepada Allah dan yang perlu kekal pada hamba-hamba Allah.***

Oleh karena itu, apabila hamba Allah telah menjadi orang seperti digambarkan di atas, maka Allah akan memeliharanya dari marabahaya, derajatnya akan dinaikkan sebagai orang yang berdampingan dengan Allah SWT dan ia akan menjadi orang pilihan-Nya.
Ia akan menjadi teman Allah dan musuh iblis. Di sinilah terdapat pintu rahmat. Di sinilah kebanggaan dan kesombongan diri akan hancur lebur. Rasa ketinggian diri di dalam hal keagamaan, keduniaan dan kerohanian akan hilang musnah.
Inilah intisari penghambaan dan penyembahan kepada Allah. Tidak ada yang lebih baik daripada ini. Dengan tercapainya peringkat ini, maka lidahnya akan berhenti membicarakan hal-hal ahli dunia dan hal-hal yang sia-sia. Tidak ada kerjanya yang sempurna tanpa tangga ini. Rasa sombong, dengki dan melampaui batas akan hilang dari hatinya dalam semua keadaan. Perkataan dan tujuannya sesuai dengan apa yang terdapat dalam hatinya. Pendeknya, lahirnya sesuai dengan batinnya.
Menurut pandangannya di dalam hal nasehat-menasehati, manusia ini semua manusia ini sama. Di dalam memberikan nasehatnya, ia tidak pernah membuat perumpamaan tentang kejahatan dengan diri seseorang dan tentang tindakan baik dengan dirinya sendiri atau ia membicarakan kejahatan orang lain, dan ia tidak suka mendengar kejahatan orang lain dijadikan perumpamaan, karena hal itu akan membahayakan hamba-hamba Allah, menyusahkan mereka dan membawa kerusakan kepada sifatnya, kecuali mereka yang ditolong Allah dengan rahmat-Nya untuk memelihara lidah dan hatinya agar selamat.

AJARAN KETUJUHPULUH SEMBILAN
Ketika wali Allah ini (Syaikh Abdul Qadir Jailani) sakit yang membawa kematiannya, putranya yang bernama Syaikh Abdul Wahhab berkata kepadanya, “Berikanlah satu nasehat kepadaku sebelum ayah meninggal dunia untuk kujadikan pegangan.”
Ia berkata kepada putranya, “Takutlah kamu kepada Allah dan janganlah kamu takut kepada selain Dia. Janganlah kamu berharap kepada siapapun selain kepada Dia saja, dan mintalah segala kebutuhanmu kepada-Nya. Janganlah kamu bergantung kepada siapapun selain kepada Dia saja dan tumpukanlah kepercayaanmu kepada-Nya saja. Bertauhidlah kepada-Nya. Semua orang setuju tentang hal ini”.
Lalu katanya lagi, “Apabila hati itu telah benar-benar bersatu dengan Allah, maka tidak ada lagi yang dirasakan tinggal di dalamnya kecuali Allah dan tidak ada yang datang kepadanya dari diri manusia”.
Sambungnya lagi, “Aku ini ibarat isi tanpa kulit”.
Selanjutnya ia berkata, “Orang lain datang berkunjung kepadaku. Berilah mereka ruang untuk duduk dan hormatilah mereka. Di sini ada manfaat yang besar. Janganlah kamu sesakkan tempat mereka itu”.
Terdengar juga ia berkata, “Selamatlah dan sejahteralah kamu berada di dalam rahmat dan kasih sayang-Nya. Semoga Allah melindungi aku dan kamu serta melimpahkan rahmat-Nya kepada aku dan kamu. Aku memulai sesuatu dengan nama Allah dengan tiada henti-hentinya”.
Sehari semalam, ia terus berkata, “Celakalah kamu ! Aku tidak takut kepada siapapun, sekalipun kepada malaikat maut. Wahai malaikat maut, bukanlah kamu yang aku takuti, melainkan Dia Yang menolongku dan Yang memberi karunia kepadaku”.
Kemudian, iapun diam. Ini terjadi pada malam hari kembalinya Syaikh ke rahmatullah. Aku diberi tahu oleh putra-putranya, Abdul Razaq dan Musa bahwa syaikh telah mengangkatkan tangannya lalu meluruskannya dan terdengar perkataannya, “Selamatlah dan sejahteralah kamu berada di dalam rahmat Allah. Bertobatlah dan masuklah ke dalam barisan-Nya. Tidak lama lagi aku akan datang kepada-Mu”.
Syaikh berkata, “Tunggu !”. Kemudian, iapun kembali ke rahmatullah.

AJARAN KEDELAPANPULUH
Antara diriku dengan dirimu dan mahluk, hanya ada Dia saja, seperti antara langit dan bumi. Oleh karena itu, janganlah kamu samakan aku dengan sesuatu dari mereka dan janganlah kamu menyamakan sesuatu dari mereka dengan aku.
Kemudian, Abdul Aziz, putranya, bertanya kepadanya tentang sakit dan keadaannya. Ia berkata,
“Janganlah ada seorangpun yang bertanya kepadaku. Aku sedang dibalik-balikkan di dalam ma’rifat Allah”.
Juga diriwayatkan bahwa Abdul Aziz bertanya kepada ayahnya tentang sakitnya. Berkenaan dengan hal ini, ayahnya menjawab, “Sesungguhnya tidak ada seorangpun, baik manusia maupun jin sekalipun malaikat, yang mengetahui penyakitku. Ilmu Allah tidak akan hilang dengan perintah Allah. Perintah itu akan berganti-ganti, sedangkan ilmu tidak akan pernah berganti. Perintah itu bisa dibatalkan, sedangkan ilmu tidak bisa. Allah menghilangkan dan mendatangkan apa yang dikehendaki-Nya, dan kepunyaan-Nya adalah Al Qur’an.”
“Dia tidak ditanya tentang apa yang diperbuat-Nya. Dan merekalah yang akan ditanya.” (QS 21:23)
Sifat-sifat itu, sebagaimana telah dikatakan, terus bergerak.
Kemudian tibalah masanya ia menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ketika itu ia berkata,
“Aku berlindung kepada Allah dengan membaca: Tidak ada yang disembah kecuali Allah. Dia Maha Agung lagi Maha Tinggi, Yang Kekal Abadi selamanya, Yang tidak takut kepada kebinasaan. Segala puji bagi Allah Yang Menegakkan kekuasaan-Nya dengan kekuatan-Nya dan menguasai hamba-hamba-Nya dengan kematian. Tidak ada yang disembah kecuali Allah dan Muhammad itu adalah Rasulullah.”
Aku diberitahu oleh putranya yang bernama Musa bahwa ayahnya mengucapkan kata-kata ‘Ta’azzuz’ sambil lidahnya tidak dapat berkata dengan baik. Oleh karena itu, kata-katanya itu diucapkannya terus sampai ia bisa berkata dengan baik. Kemudian ia mengucapkan,
“Allah, Allah, Allah”. Semakin lama suaranya semakin perlahan dan lidahnya melekat pada langit-langit mulutnya. Setelah itu, jiwanya yang mulia itupun berpisah dari badannya. Semoga Allah meridhainya. Semoga Allah mengkaruniakan kasih sayang-Nya kepada kita sekalian dan seluruh kaum Muslimin dan Muslimat. Dan semoga di akhir hayat nanti kita berada dalam keadaan iman, tanpa kita dihinakan-Nya dan diletakkan-Nya di dalam ujian. Semoga Allah memasukkan kita ke dalam golongan orang-orang yang saleh. Amin.

No comments:

Post a Comment